Tanjungpinang (ANTARA) - Bonus demografi kian santer diperbincangkan terutama terkait potensi sumber daya manusia yang dimiliki Indonesia ketika berusia seabad. Istilah itu sendiri lahir dari data kependudukan berbentuk diagram piramida penduduk berdasarkan usia.

Dari kelompok usia itu, ditemukan jumlah penduduk usia produktif jauh lebih banyak dibanding penduduk tidak produktif pada tahun 2045.

Badan Koordinator Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) memetakan Indonesia akan mendapatkan bonus demografi berupa jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) mencapai sekitar 70 persen, sedangkan 30 persen penduduk usia tidak produktif (belum usia 14 tahun dan usia di atas 65 tahun) yang mulai terjadi tahun 2020-2030.

Saat HUT Indonesia tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia akan mendekati 500 juta orang, sekitar 100 juta di antaranya berusia usia produktif. Penduduk produktif di masa itu, saat ini sedang duduk di PAUD, taman kanak-kanak, dan sekolah dasar.

Generasi emas merupakan istilah yang lahir dari bonus demografi di negeri ini. Sejak Indonesia merdeka sampai sekarang belum pernah terdengar ada satu generasi yang dinobatkan sebagai generasi emas, kecuali untuk generasi usia produktif tahun 2045. Istilah itu pun menjadi populer seiring dengan keinginan pemerintah melahirkan Indonesia Emas 2045.

Aspek kesehatan menjadi salah satu pilar yang kerap dibahas dalam berbagai diskursus tentang generasi emas pada masa bonus demografi. Indonesia sehat lahir dari generasi yang sehat pula.

Seluruh sektor strategis hanya mampu bergerak normal bila generasi usia produktif dalam kondisi sehat. Dari kalimat itu, muncul pertanyaan apakah anak-anak sudah dipersiapkan untuk tumbuh menjadi generasi yang sehat?

Lantas, apakah ada ancaman kesehatan terhadap anak-anak di masa kini?

Dalam berbagai literasi, para ahli kesehatan sepakat bahwa ancaman kesehatan bagi keluarga adalah gaya hidup yang tidak sehat. Pola konsumsi yang tidak sehat dan kurang beraktivitas menjadi faktor utama anggota keluarga tumbuh tidak sehat.

Jenis makanan yang tidak sehat, seperti sering minuman dan makanan instan, junk food (makanan bergizi rendah), soda, merokok, dan mengonsumsi makanan berlemak tinggi.

Orang tua juga sebaiknya mengetahui makanan yang dikonsumsi anak-anaknya, jangan sampai makanan itu mengandung zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan gangguan metabolisme pada tubuh. Para ilmuwan menjelaskan bahwa hal itu bisa memperpendek umur.

Belum lama ini British Journal of Ophthalmology menemukan hubungan antara pola makan yang tidak sehat dengan penyakit tidak menular tetapi mematikan, dan degenerasi makula terkait usia. Para ahli bahkan menemukan bahwa kebiasaan makan yang tidak teratur bisa meningkatkan risiko obesitas, tekanan darah tinggi, dan diabetes.


Perubahan Peradaban
Kebiasaan mengonsumsi makanan tidak sehat tanpa sengaja melahirkan satu kelompok baru, yang potensial menjadi "generasi sakit-sakitan" di masa mendatang.

Melihat kebiasaan buruk tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Kepulauan Riau Muhammad Bisri khawatir ramalan "ledakan penyakit metabolik" benar-benar terjadi pada tahun 2030. Potensi penyakit metabolik menyerang masyarakat yang sampai sekarang gemar mengonsumsi makanan yang tidak sehat, cukup besar.

Penyakit metabolik merupakan kelainan dalam proses metabolisme tubuh. Seseorang yang mengalami penyakit itu, proses metabolisme di dalam tubuhnya terganggu. Akibatnya, produksi energi yang dibutuhkan untuk menjalankan berbagai fungsi tubuh juga mengalami gangguan sehingga dapat menimbulkan ratusan penyakit.

Ahli kesehatan membagi gangguan metabolik dalam tiga kelompok besar yakni gangguan metabolisme karbohidrat, metabolisme protein dan gangguan metabolisme lemak. Penyakit yang disebabkan gangguan metabolisme karbohidrat atau gula seperti diabetes, galaktosemia (kelainan metabolisme yang menyebabkan tubuh tidak mampu melarutkan gula jenis galaktosa) dan sindrom McArdle (tubuh tidak mampu memecah glikogen).

Gangguan metabolisme protein menimbulkan penyakit fenilketonuria, yang terjadi ketika kadar asam amino (protein) fenilalanin dalam darah terlalu tinggi. Selain itu, gangguan metabolisme protein menyebabkan penyakit urine karena tubuh tidak mampu menyerap asam amino.

Penyakit ataksia friedreich terjadi saat protein jenis frataksin di dalam tubuh berkurang dan memicu kerusakan pada saraf yang mengendalikan kemampuan berjalan dan kerja jantung.

Sementara gangguan metabolisme lemak menyebabkan penumpukan lemak di otak, dan tubuh tidak bisa memecah lemak sehingga lemak menumpuk di hati, limpa, dan sumsum tulang. Gangguan ini dapat memicu kerusakan tulang.

Secara umum, orang-orang yang menderita penyakit metabolik mengalami lemas, mual, muntah, tidak nafsu makan, sakit perut, bau nafas, keringat berlebihan, mata dan kulit berwarna kuning, perkembangan fisik lambat, dan kejang.


Selamatkan generasi emas
Perubahan kebiasaan anak-anak dalam beraktivitas dan mengonsumsi makanan dimulai dari keluarga. Jarang berolahraga dan mengonsumsi makanan yang tidak sehat menyebabkan daya tahan tubuh menurun, berbeda dengan kondisi anak-anak yang lahir dan tumbuh sebelum tahun 2000.

Dahulu anak-anak bermain berbagai jenis permainan tradisional. Setiap hari mereka beraktivitas dan mengeluarkan keringat. Mereka tumbuh menjadi orang yang rajin dengan inisiatif yang tinggi.

Namun sekarang anak-anak menjadi malas, lebih banyak di kamar atau di rumah. Mereka menghabiskan waktu dengan bermain game di ponsel, dan jarang berinteraksi.

Dahulu orang tua menyiapkan makanan dengan bumbu alami, sekarang orang tua lebih suka membeli makanan instan. Gaya hidup seperti ini tidak hanya melahirkan generasi yang boros mengelola uang, melainkan juga potensial menimbulkan berbagai penyakit akibat mengonsumsi makanan yang tidak bergizi.

Dalam mengelola kesehatan mental dan spiritual, dahulu orang tua mengajari anak-anak untuk belajar agama dan menerapkan dalam lingkungan sehari-hari. Anak-anak setiap pagi atau sore ke rumah ibadah, seperti mengaji di masjid dan mendapatkan pengetahuan tentang nilai-nilai kebaikan.

Kalau sekarang, banyak anak yang tidak mampu mengelola kesehatan mental karena orang tuanya sibuk dengan urusan pekerjaan dan lainnya. Akhirnya, anak mudah stres dan melakukan hal-hal yang negatif.

Kebiasaan buruk itu melahirkan perubahan peradaban pada anak-anak yang mengancam generasi muda mendatang.

Untuk mematahkan ramalan "ledakan penyakit metabolik" itu, orang tua masih memiliki waktu untuk kembali ke jalan yang sehat. Olahraga yang rutin 30 menit sehari dan mengonsumsi makanan bergizi seimbang merupakan langkah yang tepat mempersiapkan anak-anak menjadi generasi emas 2045.




Editor: Achmad Zaenal M


 

Pewarta: Nikolas Panama
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2022