Semarang (ANTARA News) - Sekitar tujuh Peraturan Pemerintah (PP) tahun 2004 tidak sesuai dengan semangat Undang-Undang Penyiaran tahun 2002, kata Sasha Djuwarsa dari Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ketujuh PP tersebut meliputi PP No.11 (tentang publik), No.12 (RRI), No.13 (TVRI), No.49 (tentang asing), No.50 (swasta), No.51 (kualitas), dan No.52 (tentang berlangganan), katanya pada diskusi publik tentang "Depkominfo, Egoisme Politik dan PP Penyiaran" di Semarang, Selasa. Ia mengatakan, PP merupakan peraturan pelaksanaan yang menjabarkan pasal-pasal yang diatur di dalam UU. Jadi PP itu tidak boleh muncul sebagai peraturan sendiri di luar UU. "Namun yang terjadi terdapat tujuh PP yang tidak sesuai UU dan kita sudah ajukan `judicial review` hampir dua tahun lalu dan belum diketahui nasibnya, karena hukum sudah menjadi ranah politik," katanya. Menurut dia, PP No.49, 50, 51, dan No.52 tersebut bertentangan dengan UU bahkan bukan hanya dengan UU Penyiaran, tetapi juga dengan UU No.10 th 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Ia mengatakan, kalau dihitung ada 50 pasal dan 115 ayat dari empat PP tersebut yang isinya bertentangan atau menyimpang dengan UU Penyiaran. Berdasarkan materi isi pokoknya ada 41 pasal dan 102 ayat berkenaan dengan perizinan dan jangkauan siaran serta sembilan pasal dan 13 ayat yang berkaitan dengan isi siaran. Menurut dosen FISIP UI tersebut PP No.49, 50, 51, dan PP No.52 tahun 2004 tidak saja kontroversial, tetapi bertentangan dengan semangat UU dan beberapa ketentuan baru muncul di PP tanpa dasar yang jelas. Di samping itu beberapa pasal dalam PP ada yang membingungkan karena formulasi redaksinya tidak jelas. Ia mengatakan, secara garis besar PP tersebut bertentangan dengan tiga prinsip dasar yang ditekankan dalam UU penyiaran yakni keberagaman kepemilikan, keberagaman isi, dan frekuensi merupakan sumberdaya alam ranah publik yang terbatas maka publik harus mempunyai kekuatan untuk mengontrol.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006