Banjarbaru, (ANTARA News) - Di kawasan Pegunungan Meratus terdapat 316 jenis burung dari 47 suku dari 358 jenis burung di pulau Kalimantan atau sekitar 88,27 persen dari jumlah jenis yang ada di Kalimantan. Asisten Teknis Yayasan Cakrawala Hijau Indonesia (YCHI) Banjarbaru, Wayan Dirgayusa kepada ANTARA di Banjarbaru, Selasa (18/4) menyampaikan hasil temuan tentang keanekaragaman hayati Pegunungan Meratus oleh tim peneliti YCHI bersama masyarakat lokal Pegunungan Meratus yang akan diseminarkan di Banjarbaru pada tanggal 22 April mendatang. Jika dibandingkan dengan area konservasi lain di Kalimantan, kekayaan avifauna (jenis burung) Pegunungan Meratus sangat tinggi dibandingkan lokasi-lokasi lain dan hal ini akan semakin menguatkan untuk segera mendapatkan status khusus perlindungan kawasan. Jika dibandingkan dengan sejumlah kawasan Taman Nasional (TN) lain di Kalimantan, jumlah jenis burung yang terdapat di kawasan Pegunungan Meratus adalah yang terbanyak. Sebut saja TN Kutai di Kalimantan Timur memiliki 236 jenis burung dan TN Tanjung Puting di Kalimantan Tengah memiliki 218 jenis burung. Dari kajian status satwa, kawasan ini menjadi tempat penting terakhir (refuge) bagi burung endemik di Kalimantan, yaitu 25 jenis burung (dari total 37 jenis burung endemik Kalimantan). Dari seluruh jenis burung yang ditemukan, 57 diantaranya dilindungi perundangan Nasional dan 24 jenis termasuk spesies yang sudah sangat jarang ditemui. Paparan tersebut menunjukkan betapa penting kawasan Pegunungan Meratus secara regional dan internasional, sehingga menuntut upaya segera untuk dikukuhkan sebagai kawasan konservasi. Sistem pengelolaan terpadu perlu dipikirkan secara serius dalam upaya mempertahankan dan melestarikan keanekaragaman hayati khususnya keberadaan fauna di kawasan pegunungan Meratus. Jika merujuk pada kategori-kategori pengelolaan IUCN-WCPA (International Union for Consevation of Natural Resources-World Commission on Protected Areas tentang Protected Area) kawasan Pegunungan Meratus direkomendasikan secara kuat untuk masuk kategori V dan VI, dan bukan Taman nasional yang merupakan katergori II, seperti yang diusulkan oleh pemerintah. Kategori V adalah model pengelolaan kawasan untuk konservasi dan rekreasi. Definisi kawasan ada pada interaksi masyarakat dan alam yang selama ini telah menghasilkan kawasan berkarakter khas dengan nilai estetik, ekologis dan atau budaya yang signifikan. Seringkali juga memiliki keanekaragaman biologis yang tinggi. Kategori VI adalah kawasan yang dikelola utamanya untuk penggunaan ekosisten alami secara berkelanjutan (sustainable). Definisi kawasan meliputi sistem alami yang tidak diubah, dikelola untuk perlindungan jangka panjang dengan mempertahankan keanekaraman biologis dan pada waktu yang sama, aliran alami barang dan jasa secara berkelanjutan memenuhi kebutuhan masyarakat. Menurut Wayan, pola kelola kategori V dan VI sesuai dengan kawasan Pegunungan Meratus karena lokasi tersebut telah merupakan wilayah kelola masyarakat adat dengan praktek-praktek pengelolaan ramah lingkungan dan dikuatkan oleh aturan adat. Khusus di Pegunungan Meratus, sistem pengelolaan tradisional sumberdaya alam (hasil akumulasi pengalaman dan pengetahuan-adaptive management) yang dikukuhkan dalam aturan adat terbukti berhasil dalam perawatan keanekaragaman hayati. Hanya saja sistem pengelolaan tradisional ini masih membutuhkan waktu dan dukungan politik yang kuat untuk mendapatkan pengakuan dan adopsi formal.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006