Tokyo (ANTARA News) - Bekas tentara Perang Dua II Jepang yang selama ini tinggal di Ukraina menapakkan kaki untuk pertama kali di negerinya Rabu, dalam pertemuan kembali dengan keluarganya yang masih hidup secara emosional setelah berpisah selama lebih dari enam dasawarsa. Ishinosuke Uwano, 83 tahun, resminya tercatat mati oleh pemerintah Jepang pada tahun 2000. Sebelumnya, dia tak pernah terdengar sejak tahun 1959 ketika dia terakhir dilaporkan terlihat di Pulau Sakhalin Rusia. Tidak jelas mengapa dan bagaimana Uwano, yang bertugas pada Tentara Kerajaan Jepang di Sakhalin sampai ussai perang pada 1945, terakhir muncul di Ukraina. "Saya tak pernah berbicara bahasa Jepang selama 60 tahun, dan untuk pertama kalinya saya mengucapkan kepada anda `konnichiwa` (selamat siang)," kata Uwano kepada para wartawan dalam bahasa Rusia sesaat setelah tiba di lapangan terbang internasional Narita. "Saya memandang ke depan untuk melihat dan berbicara dengan saudara-saudara dan keponakan-keponakan saya." Dia mendaftar sebagai Tentara Kerajaan Jepang pada tahun 1943 dan bergabung dengan tentara-tentara lainnya ke Pulau Sakhalin. Media Jepang mengatakan, Uwano berpindah ke Ukraina pada tahun 1965 dan menikah dengan seorang wanita Ukraina. Uwano, yang mendapat tiga anak dalam perkawinannya itu, tinggal di Zhitomyr, barat ibukota Ukraina, Kiev. Selama sepuluh hari dia berkunjung ke Jepang, Uwano berencana mengunjungi rumahnya di Iwate, kira-kira 450 km sebelah utara Tokyo, untuk menemui saudara-saudara dan teman-temannya, serta akan mengunjungi makam orangtuanya. Sejak diketemukan di Ukraina Oktober lalu, Kementerian Kesehatan Jepang berusaha memulihkan catatan kependudukannya. "Tapi kali ini dia berkunjung ke Jepang sebagai warga asing. Namun, kami berusaha untuk memulihkan daftar keluarganya agar dia dapat dikonfirmasikan secara resmi sebagai penduduk Jepang," kata pejabat pada Kementerian Kesehatan, seperti dilansir Reuters. "Dia boleh memberikan kebangsaan Ukrainanya, tapi itu tergantung padanya, apakah dia memilih berkebangsaan Jepang atau Ukraina," kata pejabat tersebut. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006