Klaten (ANTARA News) - Delapan hari setelah dinyatakan dalam status "Siaga", devormasi puncak Merapi bertambah dan titik reflektor telah bergeser sekitar lima sentimeter sehingga diperkirakan kubah lava semakin mendekati puncak gunung tersebut. Tanda-tanda itu kelihatan dari lokasi pemantauan di Dukuh Gumuk Petung, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, kata Sunarto petugas BPPT yang sedang melakukan pemantauan aktivitas Gunung Merapi di daerah tersebut kepada wartawan, Rabu. "Siaga Merapi sekarang telah memasuki hari kedelapan, dan perkembangannya semakin mengkhawatirkan," kata Sunarto yang melakukan pengamatan aktivitas Gunung Merapi --terletak di daerah perbatasan antara Provinsi Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta-- dengan menggunakan total station itu. Berdasarkan pemantauannya di Dukuh Gumuk Petung, Desa Tegalmulyo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, reflektor yang ditanam di puncak Merapi menunjukkan pergeseran sejauh sekitar lima sentimeter dari posisi awalnya. "Hal tersebut menandakan kubah lava semakin mendesak ke atas, sehingga kemungkinan merapi meletus semakin kuat," katanya. Dengan melihat perkembangan aktivitas gunung tersebut, berarti lereng Merapi wilayah Kabupaten Klaten sangat berisiko terkena tiga ancaman faktual gunung meletus, yaitu lahar, awan panas dan batu pijar. Ia menyebutkan, ada tiga daerah yang rawan akan terkena bencana gunung tersebut apabila meletus nanti, yaitu Desa Tegalmulyo, Sidorejo dan Balerante. Untuk Desa Tegalmulyo hanya berjarak sekitar tiga kilometer dari puncak Merapi, sedangkan dua desa lainnya itu sekitar 10 km. Kendati status Siaga Merapi, kegiatan anak-anak SD Negeri 2 Sidoharjo, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, tetap berjalan seperti biasa. Namun, dalam dua hari terakhir terpaksa dipulangkan lebih awal. Doen Wuryanti, salah satu guru sekolah tersebut mengatakan, dipulangkannya lebih awal siswa sekolah ini karena merasa was-was jika gunung itu tiba-tiba tertutup kabut tebal. "Sekolah ini merupakan yang terdekat dengan puncak Merapi," katanya menegaskan. "Sebenarnya anak-anak di sekolah ini sangat bersemangat untuk mengikuti kegiatan proses belajar-mengajar, meskipun status Siaga Merapi," katanya. Dalam situasi seperti itu, kata dia, para guru tetap merasa was-was akan keselamatan anak-anak jika sewaktu-waktu Merapi meletus, mengingat jarak puncak gunung dengan sekolah ini tidak lebih dari 10 km. "Sekolah ini masuk dalam wilayah rawan bencana," ujarnya. Para guru di sekolah tersebut mengetahui kondisi Merapi sekarang ini karena membaca surat kabar atau mendengarkan siaran berita di televisi, dan pihak pemerintah setempat sampai sekarang juga belum melakukan sosialisasi mengenai bahaya gunung tersebut apabila meletus. Para guru di sekolah tersebut merasa kecewa dengan Pemerintah Kabupaten Klaten yang hingga saat ini belum pernah memberikan instruksi apapun kepada pihak sekolah, terkait status Gunung Merapi.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006