Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah menyatakan tidak terlalu mengkhawatirkan kenaikan harga minyak dunia yang kini telah mencapai 74,0 dolar per barel. "Harga minyak selama tiga bulan terakhir ini berapa? Paling-paling 61 dolar AS. Itu kan baru empat dolar AS di atas 57 Dolar AS," kata Menko Perekonomian Boediono di Gedung Depkeu, Jakarta, Kamis. 57 Dolar AS adalah asumsi harga minyak dunia dalam APBN 2006. Terkait dengan perhitungan pada APBN Perubahan, Menko menjelaskan pemerintah tidak hanya akan memfokuskan pada asumsi harga minyak semata. "Kalau kita memperbaharui perhitungan APBN dengan asumsi baru, maka harus semua asumsi yang baru kita gunakan," jelasnya. Dia menambahkan nilai tukar Rupiah yang menguat tajam terhadap Dolar juga akan menjadi asumsi baru yang digunakan dalam perhitungan APBN-P. "Semua itu nantinya akan saling menutupi satu sama lain. Tidak usah kita melihat dari satu sisi saja.Kita harus lihat semua asumsinya. Jangan lihat hanya harga minyak saja. Lihat juga kurs, inflasi dan asumsi lainnya," kata Menko. Dia juga mengatakan pemerintah tetap akan menggunakan jadwal yang biasanya dalam melakukan pembahasan APBN-P, dan tidak melakukan percepatan Sementara itu, Ekonom dari Bank Mandiri, Martin Panggabean mengatakan pemerintah harus mewaspadai kenaikan harga minyak dunia ini karena disparitas harga dalam negeri dan internasional kan mendorong terjadinya penyelundupan. "Bahkan saat ini ada pengamat yang sudah memperkirakan harga berada di atas 80 Dolar AS per barel," katanya. Menurutnya, harga minyak dunia saat ini sulit diprediksi mengingat yang dilakukan oleh negara-negara konsumen energi terbesar seperti AS dan China adalah mengantisipasi krisis-krisis di dunia seperti krisis nuklir Iran dan krisis distribusi di Nigeria. "Kalau `supply` dan `demand` saja mungkin bisa diprediksi, tetapi kalau antisipasi itu sulit," jelasnya.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006