Jakarta (ANTARA) - Ribuan pinandita atau rohaniawan beragama hindu dari seluruh penjuru Provinsi Bali menggelar doa bersama untuk mendukung kesuksesan berjalannya Presidensi G20 yang akan diselenggarakan di Bali pada 15-16 November 2022 mendatang.

“Seribu ini tersebar, tidak terpusat karena di masing-masing daerah itu ada piodalan (upacara keagamaan) jadi tidak semua harus ke sana,” ujar Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Provinsi Bali I Nyoman Kenak dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Jumat.

Doa bersama yang digelar di Peninsula Kawasan ITDC, Nusa Dua, Bali pada Rabu (26/10) itu, didatangi oleh sebanyak 1.200 orang pinandita. Hadir pula puluhan pemimpin agama islam, budha, katolik, Kristen serta 1.493 orang bendesa adat, melalui luring di masing-masing desa bersama pemangku pura Puseh Ian Desa.

Para pinandita berdiri dengan posisi tangan kiri memegang serta membunyikan sebuah alat semacam lonceng kecil yang biasa dipergunakan pemangku hindu bali sebagai pengiring mantra ketika memimpin suatu acara yang disebut genta, sebagai bentuk dukungan masyarakat bagi G20.

Kenak menuturkan suara genta yang menggaung, mengiringi Ida Sri Bhagawan Natha Nawa Wangsa Pemayun memanjatkan mantra doa puja dan puji “Genta Pinara Pitu G20”.

Di mana salah satu lafalan doanya adalah “Damai lan kewecikan mengde ngiringin Paruman Agung G20, sinar suci sinar padang memahayu rahayu buana santi jagat dhita”. Di mana artinya yakni damai dan kebaikan serta sinar suci terang mengiringi perhelatan besar G20 untuk dunia.

“Harapannya, gemanya mampu memberi vibrasi segala kebaikan kepada seluruh delegasi G20 serta umat dunia,” katanya.

Ketua Paruman Weleka PHDI Bali Prof Dr I Gusti Ngurah Sudiana menambahkan doa merupakan salah satu bentuk dukungan yang bisa dilakukan secara bersama dalam jumlah yang besar dan menghantarkan doa lebih baik dan terdengar.

“Doa bersama ini sudah biasa dilakukan, khususnya dalam tradisi umat hindu di Bali. Perbedaannya dalam sarana upacaranya saja antara doa bersama seluruh agama, dengan doa bersama yang diberlakukan untuk umat hindu Bali,” kata Sudiana.

Sebagai informasi sejak 1968, PHDI menetapkan tugas pinandita sebagai pembantu yang mewakili pandita atau pendeta. Meski demikian, pinandita dalam sebuah upacara berfungsi sebagai perantara umat yang bekerja dengan Ida Sang Hyang Widhi atau leluhur.

Sesuai keputusan tersebut, pinandita juga bertugas untuk melaksanakan upacara dalam agama hindu. Hanya saja, upacara yang mereka pimpin skalanya relatif kecil dan tidak diperkenankan menggunakan alat pemujaan, seperti halnya yang dipakai pandita atau sulinggih serta mudra.

Pinandita bahkan terikat dengan kode etik yang disebut dengan sasana. Ini adalah segala aturan-aturan atau tata tertib yang berhubungan dengan ‘kawikon’ atau sejumlah aturan kehidupan yang wajib dilaksanakan oleh seorang pinandita.

Baca juga: Polri tetap siaga personel amankan wilayah luar Bali jelang KTT G20
Baca juga: BNI siapkan jaringan digital dan SPKLU untuk dukung KTT G20


Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Desi Purnamawati
COPYRIGHT © ANTARA 2022