Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan dirinya merasa malu karena Indonesia selalu membuat masalah terhadap negara-negara tetangganya melalui kiriman asap dari kebakaran hutan di Indonesia. Karena itu, ia meminta para pejabat di pusat dan daerah untuk segera menghentikan "ekspor" asap tersebut. "Mari kita nyatakan perang terhadap asap. Kita malu, setiap tahun kita mengirim asap ke Malaysia, Singapura, ke daerah-daerah lain," kata Presiden dengan suara tegas saat memberikan sambutan pada peringatan Hari Bumi Internasional dan pencanangan Gerakan Indonesia Menanam di Kota Baru Kemayoran, Jakarta, Sabtu. Ia meminta Menteri Kehutanan, Menteri Lingkungan Hidup, para gubernur di Sumatera dan Kalimantan untuk segera melakukan langkah-langkah menghentikan ekspor asap ke negara-negara lain. "Kita hentikan mulai sekarang. Malu. Lebih baik kita mengekspor kerajinan rakyat kita yang luar biasa hebatnya daripada mengekspor asap," katanya. Yudhoyono menegaskan bahwa dalam waktu dekat dirinya akan melihat secara cermat bagaimana penanganan terhadap masalah asap dari kebakaran hutan bisa berhasil sesuai dengan harapan. "Saya ingin melihat bulan Juli, Agustus, September, asap dari negeri kita tidak perlu lagi kita ekspor. Mudah-mudahan kalaupun masih ada, jumlahnya sangat-sangat kecil," ujarnya. Sementara itu, Menteri Kehutanan M.S. Ka`ban yang ditemui usai acara peresmian Gerakan Indonesia Menanam, mengatakan bahwa saat ini fokus pemerintah dalam menangani masalah asap akibat kebakaran hutan adalah dengan menjalankan langkah-langkah pencegahan. Salah satu langkah yang dilakukan adalah dengan menghentikan pembukaan lahan melalui pembakaran hutan. "Sebenarnya pembukaan lahan tidak harus dengan pembakaran. Dengan pencincangan juga bisa," kata Ka`ban. Menurutnya, kebakaran hutan hingga menimbulkan masalah asap hingga ke negeri tetangga lebih banyak disebabkan oleh pembukaan lahan oleh perusahaan perkebunan. "Kalau masyarakat paling hanya dua, tiga atau empat hektar. Kecil. Justru perusahaan-perusahaan perkebunan yang sekali membuka lahan 1.000 atau 2.000 hektar, itu yang berat (menyebabkan masalah asap, red)," katanya. Mengenai titik api, Ka`ban mengungkapkan bahwa saat ini titik api (hot spot) masih sering muncul di Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Sumatera dan Riau. (*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006