Jakarta (ANTARA News) - Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS di pasar spot antar bank Jakarta, Senin pagi, mendekati level Rp8.800 per dolar AS menjadi Rp8.837/8.832 dibanding penutupan hari sebelumnya Rp8.880/8.900 per dolar AS atau naik sebanyak 43 poin akibat aktifnya pemain lokal membeli rupiah. "Kenaikan rupiah ini terutama disebabkan pelaku asing aktif melepas dolar AS, setelah pertemuan negara-negara industri maju yang tergabung dalam Grup Tujuh (G-7) menyatakan fleksibilitas nilai tukar harus dilakukan," kata Direktur Retail Banking PT Bank Mega, Kostaman Thayib, di Jakarta, Senin. Menurut dia, pernyataan G-7 itu untuk membuat ketidakseimbangan nilai tukar di pasar global tidak begitu jauh. Dengan merosotnya dolar AS terhadap mata uang Asia, khususnya yen, mengakibatkan eksportir Jepang meraih keuntungan yang cukup besar, katanya. Dolar AS terhadap yen merosot menjadi 115,32 yen dari sebelumnya 115,85 yen, euro terhadap yen jadi 142,30 yen dari sebelumnya 143,85 yen dan euro terhadap dolar jadi 1,2360 dolar dari 1,2395 dolar. Pernyataan para menteri industri negara-negara maju itu, menurut dia, dikaitkan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia yang saat ini berada di atas level 74 dolar AS per barel, meski harga minyak itu saat ini mengalami penurunan harga. Harga minyak jenis light sweet AS turun 47 sen menjadi 74,75 dolar AS per barel dan Brend Crude melemah 34 sen menjadi 74,23 dolar AS per barel. Menurut Kostaman, rupiah sebenarnya sempat mencapai level Rp8.827 per dolar AS yang diperkirakan pada sore nanti akan bisa menembus level Rp8.800 per dolar AS, namun kemudian kembali terkoreksi hingga kembali di level Rp8.838 per dolar AS, akibat berkurangnya minat beli terhadap rupiah menjelang penutupan sesi pagi. Meski demikian, prospek pasar terhadap rupiah masih tetap tinggi. Jadi kalau tidak ada hambatan yang berarti rupiah akan menguat dan menembus level Rp8.800 per dolar AS, katanya. Sementara itu Bank Indonesia menilai penguatan rupiah tidak akan merugikan eksportir selama penguatan tersebut berlangsung secara stabil. "Saya lihat sampai saat ini belum ada keluhan dari para eksportir karena rupiah yang stabil dan menguat seperti itu tidak akan selalu merugikan eksportir," kata Deputi Gubernur BI, Aslim Tadjudin. Ia menjelaskan, eksportir juga sebenarnya menikmati penguatan rupiah karena sebagian bahan baku mereka merupakan barang impor. "Jadi biaya produksi juga akan turun," katanya. Untuk meningkatkan ekspor, yang penting adalah memperbaiki efisiensi serta kualitas barang yang dijual. "Nilai sementara yang disebabkan oleh penguatan kurs tidak terlalu signifikan untuk meningkatkan ekspor. Yang penting rupiah yang stabil dan menguat bagus untuk ekonomi secara keseluruhan," katanya. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006