Jakarta (ANTARA) - Keketuaan Indonesia di Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) pada 2023 harus dapat memastikan penguatan sentralitas dan persatuan ASEAN dalam menghadapi berbagai tantangan geopolitik dan persaingan negara-negara.

Hal itu disampaikan Pendiri Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI) Dino Patti Djalal dalam wawancara khusus dengan ANTARA pada Senin (7/11).

"Kita melihat dunia yang terpecah, multipolaritas yang tidak mudah dihadapi. Bagaimana ASEAN dapat melindungi kawasan Asia Tenggara dari virus dunia yang terpecah menjadi hal yang penting. Jadi sentralitas dan persatuan ASEAN menjadi sangat penting saat ini," kata Dino.

Untuk itu, menurut dia, Keketuaan Indonesia harus mampu memastikan upaya penguatan sentralitas dan persatuan ASEAN di tengah persaingan negara-negara di dunia.

"Saya pikir Indonesia berada di posisi yang sangat baik karena Indonesia dipandang sebagai pemimpin alami ASEAN dan semua anggota ASEAN menghormati Indonesia dan ingin Indonesia memimpin. Kita sebenarnya berada di tempat yang baik untuk memimpin," ujar Dino.

Mengingat posisi negara-negara ASEAN yang berada di tengah kawasan Indo-Pasifik, dia menekankan sikap utama yang harus diambil ASEAN
dalam menanggapi perebutan pengaruh antara kekuatan besar di kawasan tersebut adalah sikap tidak memihak.

"Hal penting pertama adalah ASEAN tidak memihak, misalnya dalam persaingan antara China dan Amerika Serikat," jelasnya.

"ASEAN tidak bisa pro AS dan melawan China, pada saat yang sama, ASEAN tidak bisa pro China dan melawan AS. Jadi ASEAN harus menjadi pusat dari hubungan yang kompleks ini. Begitulah cara kita menjaga keseimbangan dan peran sentralitas ASEAN," kata Dino menjelaskan lebih lanjut.

Sikap kedua yang juga penting untuk diambil ASEAN, menurut dia, adalah bersikap tegas mengatakan tidak untuk hal-hal yang tidak sesuai dengan keinginan ASEAN.

"ASEAN harus mengatakan tidak sesekali ketika memang harus. Akan ada banyak tekanan dari berbagai pihak. Negara-negara besar akan mencoba mempengaruhi ASEAN, dan hal itu normal karena merupakan bagian dari diplomasi," ucapnya.

"Ketika ada hal-hal yang tidak kita setujui kita harus mengatakan tidak karena ASEAN harus memastikan bahwa kita " berada di kursi kemudi" (pegang kendali)," lanjutnya.

Dia menambahkan, untuk berbagai persoalan yang terkait dengan kepentingan kawasan Asia Tenggara, ASEAN harus menjadi pembuat keputusan dan pihak lain harus mengikuti.

"Kita harus memiliki kemampuan untuk mengatakan tidak ketika kita tidak menyukai tekanan atau kebijakan tertentu yang tidak menguntungkan ASEAN," tegasnya.

"Saya mengatakan ini karena terkadang ASEAN bisa sangat "pemalu", negara ASEAN cenderung tidak suka menyinggung negara lain dan cenderung diam daripada mengatakan tidak, tetapi mengatakan tidak adalah bagian dari bagaimana ASEAN mendapatkan rasa hormat dan melindungi perannya di kawasan," ujar Dino.

Baca juga: Sesi Retreat KTT ASEAN bahas masalah Myanmar dan hubungan ASEAN
Baca juga: Presiden Jokowi tiba di Phnom Penh hadiri KTT ke-40 dan ke-41 ASEAN
Baca juga: Presiden Jokowi ke Kamboja bahas Keketuaan Indonesia di KTT ASEAN

Pewarta: Yuni Arisandy Sinaga
Editor: Azis Kurmala
COPYRIGHT © ANTARA 2022