Singapura (ANTARA) - Saham-saham Asia naik mencapai level tertinggi tujuh minggu pada Jumat, sementara dolar goyah setelah data inflasi AS yang lebih dingin dari perkiraan memicu harapan bahwa Federal Reserve dapat mengurangi kenaikan suku bunga yang agresif.

Indeks MSCI dari saham Asia-Pasifik di luar Jepang melambung 5,33 persen, mencatat lonjakan persentase satu hari terbesar sejak Maret 2020. Indeks turun 23 persen sejauh tahun ini tetapi menuju kenaikan mingguan lebih dari 7,0 persen, terbesar dalam lebih dari dua tahun.

Pasar Eropa bersiap untuk memperpanjang suasana gembira, dengan pan-region Euro Stoxx 50 berjangka naik 0,62 persen, DAX Jerman berjangka 0,70 persen lebih tinggi dan FTSE berjangka naik 0,11 persen. E-mini berjangka untuk S&P 500 naik 0,40 persen.

Data pada Kamis (10/11/2022) menunjukkan bahwa indeks harga konsumen AS telah naik 7,7 persen pada Oktober dibandingkan tahun sebelumnya. Itu adalah peningkatan tahunan pertama kurang dari 8,0 persen sejak Februari dan terkecil sejak Januari.

"Ini adalah sesuatu yang telah lama ditunggu pasar," kata Shane Oliver, kepala strategi investasi dan kepala ekonom di AMP Capital. "Ada banyak uang yang duduk di luar pasar."

Investor mengalir ke aset-aset berisiko setelah data tersebut, mengirim dolar jatuh dan imbal hasil obligasi pemerintah AS ke level terendah lima minggu.

Setelah empat kali kenaikan suku bunga 75 basis poin berturut-turut untuk menjinakkan inflasi yang tinggi selama beberapa dasawarsa, kasus ini sekarang mendorong The Fed untuk memoderasi sikap agresifnya, kata Rodrigo Catril, ahli strategi mata uang senior di National Australia Bank di Sydney.

Tetapi pembuat kebijakan Federal Reserve menyoroti pada Kamis (10/11/2022) bahwa biaya pinjaman AS mungkin masih berakhir lebih tinggi dan lebih lama dari yang diperkirakan secara luas, bahkan ketika beberapa pejabat merangkul prospek kenaikan suku bunga yang lebih bertahap.

"Kami tidak akan mengekstrapolasi satu bulan data inflasi yang lebih lemah karena mengindikasikan inflasi sekarang secara meyakinkan berada di jalur menuju target dua persen," tulis ahli strategi Citi dalam sebuah catatan, mengacu pada target inflasi 2,0 persenpelongg yang telah ditetapkan The Fed.

"Data dan reaksi pasar mengingatkan pada siklus optimisme sebelumnya mengenai pelonggaran The Fed dalam meredam inflasi yang terlalu tinggi," tambah Citi.

Di China, otoritas kesehatan pada Jumat melonggarkan beberapa pembatasan COVID-19 yang berat di negara itu, termasuk memperpendek dua hari waktu karantina untuk kasus kontak dekat dan pelancong yang datang.

Indeks CSI 300 saham unggulan China berakhir melonjak 2,79 persen dan Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melambung 7,74 persen.

Saham China telah mengalami beberapa minggu yang bergejolak, merosot karena wabah COVID-19, penguncian serta data ekonomi yang lemah, tetapi juga melonjak secara sporadis dengan harapan pembukaan kembali ekonomi pada akhirnya.

Sementara itu, indeks S&P/ASX 200 Australia ditutup terangkat 2,73 persen, sedangkan Nikkei Jepang berakhir naik 2,98 persen.

Baca juga: Saham Asia melonjak, inflasi dingin picu harapan The Fed tidak agresif
Baca juga: IHSG jelang akhir pekan melesat, kembali ke angka di atas 7.000
Baca juga: Saham China dibuka berbalik naik, Indeks Shanghai melonjak 2,09 persen

Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Kelik Dewanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022