Tarakan, Kaltim, (ANTARA News) - Revisi UU no 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup bakal menambah wewenang Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). "Kewengan PPNS KLH yang sebelumnya sekedar menyidik, akan ditambah wewengnya termasuk menangkap dan menahan pelaku kejahatan lingkungan," kata Deputi KLH bidang Penegakkan Hukum Lingkungan Oetomo di sela pembukaan Diklat bagi pejabat Bapedalda, kejaksaan, kepolisian, dan pejabat pengadilan serta praktisi hukum seluruh kabupaten/kota di Kaltim, di Tarakan, Senin (24/4). Ia memberi contoh, PPNS di Dirjen Imigrasi dan Dirjen Bea Cukai memiliki kewenangan manangkap dan menahan. "Kejahatan terhadap lingkungan itu akibatnya besar di belakang hari, jadi PPNS sudah seharusnya ditingkatkan wewenangnya," katanya. Namun demikian, menambah wewenang PPNS, berarti juga harus melengkapi instrumennya, seperti kewenangan menangkap diperlengkapi dengan kewenangan membawa senjata, kewenangan menahan diperlengkapi dengan sel, ujarnya. Soal itu juga akan dimasukkan dalam UU revisi tersebut. Biasanya, urainya, polisi yang mempunyai wewenang menangkap dan menahan, ternyata berbeda persepsi dengan PPNS KLH, sehingga keberatan untuk menjalankan wewenangnya itu. Saat ini draft revisi UU tersebut sudah memasuki tahap penormaan di KLH, yakni tahap yang menjadikan konsep menjadi naskah perundangan dan rencananya akan diajukan ke DPR pada tahun ini juga, ujarnya. Oetomo mengatakan, selama ini, PPNS tidak bisa mengajukan perkara dan hanya bisa membuat berita acara dari hasil investigasinya untuk dikirim ke kejaksaan. Jaksa akan mengembalikan berkas itu jika belum dianggap lengkap (P19), sampai menjadi lengkap (P21). Setelah itu baru kejaksaan menyusun dakwaan untuk didaftarkan ke pengadilan. "Jadi itulah mengapa mengadili kejahatan lingkungan sulit. Apalagi jumlah PPNS KLH hanya 250 orang seluruh Indonesia, sementara jika semua 440 kabupaten butuh PPNS KLH, angka ini sangat tak mencukupi," katanya.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006