Jakarta (ANTARA News) - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya mengaudit 11 persen dari Rp19,2 triliun total bantuan tsunami untuk periode tanggap darurat serta periode rehabilitasi dan rekonstruksi. "Bantuan dana dari sumber APBN dan bantuan masyarakat melalui pos pengumpul mencapai Rp2,67 triliun. Bantuan luar negeri dari pemerintah luar negeri dan LSM berjumlah Rp17,2 triliun. Bila dilihat dari total bantuan Rp19,87 triliun ini, cakupan audit BPK hanya sebesar 11 persen," kata Ketua BPK Anwar Nasution usai menutup pertemuan pertama BPK Advisory Board on Tsunami-Related audit di Jakarta, Selasa. Bantuan tersebut, jelasnya, merupakan bantuan yang diperoleh sejak proses tanggap darurat hingga sekarang. Seluruh bantuan dari APBN dan yang masuk melalui pos pengumpul dikelola oleh Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Dikatakannya bahwa bantuan yang masuk dari luar negeri kebanyakan melalui lembaga asing atau disalurkan langsung dalam bentuk barang dan tidak melalui pos pengumpul pemerintah. Sementara itu, Dirjen Perbendaharaan Depkeu, Mulia P Nasution mengatakan pada tahun anggaran 2005 pemerintah telah mengalokasikan Rp7,8 triliun yang terdiri atas dana tanggap darurat 16 persen, dana jaminan hidup (jadup) 3 persen, dan dana rehabilitasi dan rekonstruksi yang disalurkan melalui departemen terkait dan Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR), masing-masing 27 persen dan 54 persen. Dia menjelaskan dari alokasi dana tanggap darurat Rp1,3 triliun, 79 persen dialokasikan untuk program infrastruktur, 7,5 persen untuk program jaringan pengaman sosial, 5,5 persen untuk pendidikan, 7,5 persen untuk kesehatan, dan program audit 0,5 persen. Sedangkan dana jaminan hidup sekitar Rp250 juta dialokasikan oleh Departemen Sosial untuk memberi tambahan nutrisi bagi para pengungsi. Lebih lanjut, dia menjelaskan dana untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi sekitar Rp6,3 triliun terbagi atas Rp4,3 triliun dikelola oleh BRR, dan Rp2,1 triliun oleh departemen terkait. Dana yang dikelola BRR dialokasikan 23,3 persen untuk sekretariat, komunikasi dan informasi, 21 persen untuk perencanaan dan pemrograman, 38 persen untuk rekonstruksi infrastruktur, 11,2 persen untuk penguatan ekonomi, dan 6,3 persen bantuan. Mulia mengatakan dari alokasi tersebut, penyerapan pada tahun anggaran 2005 mencapai Rp3,5 triliun atau 45 persen, sedangkan Rp4,2 triliun dari sisa alokasi tersebut akan diluncurkan pada tahun anggaran 2006 Pada tahun anggaran 2006, alokasi untuk program rehabilitasi dan rekonstruksi mencapai lebih dari Rp13 triliun yang dikelola sepenuhnya oleh BRR. Namun hingga akhir Maret 2006 kemarin, dana alokasi tersebut baru terserap sekitar 3 persen. Sebelumnya, anggota BPK I Gusti Agung Rai mengatakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya akan melakukan audit dana bantuan rekonstruksi dan rehabilitasi (R2) NAD dan Nias yang tercantum dalam Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2005. Dia menambahkan pihaknya telah menerima LKPP 2005 pada 29 Maret 2006 kemarin dan berdasarkan ketentuan, pihaknya memiliki waktu sekitar empat bulan untuk menyelesaikan audit tersebut. (*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006