Kuwait City (ANTARA News) - Negara-negara Arab Teluk yang kaya energi telah meraup keuntungan dari harga minyak mentah yang tinggi, menempatkan rekor pendapatan minyak sekitar 300 miliar dolar tahun lalu, dan dipastikan akan meningkatkan pendapatan mereka pada 2006. Terbuai oleh keuntungan yang tak tertandingi, kerajaan Teluk meningkatkan pembelanjaan jasa, investasi dan infrastruktur namun mereka masih harus melakukan banyak hal untuk mendiversifikasikan ekonomi yang sangat bergantung pada minyak, para ekonom mengatakan Jumat. "Saya yakin negara-negara Teluk sejauh ini telah gagal dalam mengambil pelajaran atas penerimaan besar yang disia-siakan mulai dari syok minyak pertama pada 1973," kata ekonom Kuwait Hajjaj Bukhdur. "Ya, mereka telah menaikkan pembelanjaan publik namun pada tingkat yang sangat rendah dibandingkan dengan kenaikan pendapatan itu. Mereka hanya melakukan kurang dari 30 persen dari apa yang dapat mereka lakukan," sambungnya kepada AFP. Pendapatan minyak tahun lalu dari enam negara anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), yang memiliki paling tidak 45 persen dari cadangan minyak mentah global yang terbukti, melipatduakan pemasukan pada 2003 dan lebih dari tiga kali lipat tingkat pendapatan pada 2001. GCC, yang anggotanya termasuk dari OPEC Arab Saudi, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Qatar, dan non-OPEC Oman dan Bahrain, telah memperoleh pemasukan lebih dari 800 miliar dolar dari minyak dalam lima tahun belakangan. Laporan ekonomi memperkirakan bahwa pendapatan minyak pada 2006 akan membengkak hingga sampai dengan 50 miliar dolar di atas tahun lalu. "Dalam pengertian pembelanjaan, kami tertinggal. Kami harus mengakselerasikan pembelanjaan industri seperti petrokimia dan dalam pengembangan sumber daya manusia," kata Omar Baqor, seorang profesor ekonomi di Universitas King Abdul Aziz. "Tingkat pembentukan modal di Arab Saudi hanya enam persen per tahun, kami perlu meningkatkannya menjadi 10 persen selama paling tidak lima tahun untuk mengimbangi pertumbuhan penduduk," Baqor mengatakan kepada AFP. Negara-negara Teluk memproduksi sedikit lebih dari 16 juta barel per hari (bph), hampir seperlima dari permintaan dunia, dengan 9,5 juta bph datang dari anggota penting OPEC Saudi Arabia. Global Investment House yang berbasis di Kuwait mengatakan dalam sebuah laporan belakangan ini bahwa negara-negara Teluk diharapkan akan meningkatkan pembelanjaan modal dengan 15 persen tahun ini selama 2005, yang berarti memompa puluhan miliar dolar. Kebanyakan dari pembelanjaan itu diarahkan untuk memperbaiki layanan dan infrastruktur kesehatan, pendidikan dan perumahan, laporan itu mengatakan. Investasi industri GCC hampir tiga kali lipat selama dekade lalu hingga mencapai 100 miliar dolar dan sektor real estate kini bernilai 120 miliar dolar. Investasi dalam saham telah melonjak sejak 2000 dan kapitalisasi pasar saham Teluk mencapai rekor 1,145 triliun dolar pada akhir tahun. Dalam upaya mereka untuk meningkatkan kapasitas produksi minyak, negara-negara Teluk telah menyisihkan puluhan miliar dolar untuk proyek infrastruktur dan pengilangan. Saudi Arabia membelanjakan sekitar 50 miliar dolar untuk meningkatkan kapasitas produksinya menjadi 12,5 juta bph sebelum 2009 dan meningkatkan produksi pengilangan menjadi enam juta bph. Kuwait dan UEA masing-masing telah menyisihkan sekitar 20 miliar dolar selama lima tahun mendatang untuk meningkatkan baik output minyak mentah maupun kapasitas pengilangan mereka. Qatar dan Oman juga terlibat dalam proyek minyak multi miliar dolar. Negara-negara Teluk juga telah menyisihkan miliaran dolar untuk investasi minyak di luar negeri, terutama di China dan India, dan perusahaan telekomunikasi seluler mereka, yang sebagian dimiliki negara, telah menghabiskan secara kasar 20 miliar dolar untuk akuisisi asing yang besar. Saudi Arabia, yang bertanggungjawab atas lebih dari separuh pendapatan total GCC, mengatakan pihaknya akan menggunakan bagian dari surplus tersebut untuk membiayai utang besarnya 170 miliar dolar, hampir seluruhnya domestik, dan untuk menciptakan lapangan pekerjaan bagi warga negaranya. Sebagai tambahan, negara-negara GCC telah menggunakan sebagian dari pendapatan tersebut untuk menambah aset yang dimiliki di luar negeri dengan Kuwait dan UEA memimpin dalam hal ini. "Pembelanjaan modal mereka belum melebihi 10 persen dari pertumbuhan pendapatannya. Upaya diversifikasi ekonomi dan reformasi memang sangat rendah," kata Bukhdur.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006