Yogyakarta (ANTARA News) - Rencana Kejaksaan Agung (Kejakgung) memeriksa kembali kesehatan mantan Presiden Soeharto merupakan langkah tepat untuk memastikan penyidikan terhadap mantan penguasa Orde Baru itu dilanjutkan atau tidak. "Jika nanti hasil pemeriksaan menunjukkan kondisi Pak Harto sehat, penyidikan harus dilanjutkan dan dituntaskan. Langkah itu sebagai upaya penegakan hukum di tanah air," kata pakar hukum dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Dr Denny Indrayana SH di Yogyakarta, Rabu. Menurut dia, kasus Soeharto sebenarnya merupakan kasus yang mengandung muatan yuridis dan politis, sehingga cukup monumental. Artinya, jika penyidikannya dapat dituntaskan, akan menjadi catatan yang positif bagi penegakan hukum di Indonesia. "Sebaliknya, jika Pak Harto tidak diperiksa dan penyidikan kasusnya tidak ada kelanjutan, maka akan menjadi catatan buruk bagi penegakan hukum di negeri ini," ujar dia. Oleh karena itu, Kejakgung harus selalu memonitor kondisi kesehatan Soeharto dan secara rutin melakukan pemeriksaan. Pemeriksaan kondisi kesehatan Soeharto dapat dilakukan secara periodik setiap 2-3 bulan, sehingga diketahui secara pasti perkembangan kesehatannya. "Dengan demikian, jika hasil pemeriksaan menyatakan Pak Harto dalam kondisi sehat, Kejakgung dapat segera melakukan penyidikan kasus itu, sehingga dapat secepatnya dituntaskan," ujarnya. Namun, ia mengakui, alasan kesehatan permanen Soeharto secara pidana menjadi masalah dalam penyidikan kasus tersebut, sehingga perlu dicari alternatif atau langkah lain guna menuntaskan kasus mantan presiden RI itu. Alternatif tersebut di antaranya dengan melakukan penyelidikan masalah tindak pidana yang secara tidak langsung melibatkan Soeharto, misalnya dengan memeriksa keluarga atau teman terkait pencucian uang hasil korupsi. Menurut dia, biasanya tindak korupsi dan hasilnya tidak hanya dinikmati sendirian, tetapi juga melibatkan orang lain, sehingga pemeriksaan dan penyidikan terhadap orang-orang yang selama ini dekat dengan mantan penguasa Orde Baru itu perlu dilakukan. "Dengan demikian, kasus korupsi yang diduga secara tidak langsung juga melibatkan Soeharto, dapat terungkap, dan mantan presiden ini dapat dituntut secara pidana," katanya. Alternatif lain adalah dengan melakukan gugatan perdata terhadap kasus Soeharto, sebagaimana yang telah banyak dilontarkan oleh sejumlah pakar hukum di Indonesia. Gugatan perdata itu patut dipertimbangkan dan perlu dikaji ulang untuk menerobos kebuntuan hukum selama ini. "Gugatan perdata tersebut perlu ditempuh dalam bentuk tuntutan ganti rugi. Gugatan perdata merupakan salah satu langkah agar proses hukum kasus Pak harto tidak berjalan di tempat," tandas dia.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006