Jakarta (ANTARA) -
Gerakan Buruh Jakarta berharap besaran Upah Minimum Provinsi (UMP) DKI Jakarta 2023 mengalami kenaikan 13 persen dan tanpa menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 tahun 2021 tentang Pengupahan.
 
"Kenaikannya kami harapkan sekitar 13 persen. Dengan beberapa alasan mendasar," ujar Perwakilan Gerakan Buruh Jakarta Muhammad Toha di Jakarta, Selasa.
 
Toha mengatakan bahwa hal tersebut telah diungkapkan oleh kelompok buruh yang mengawal dan mengikuti pembahasan terkait penentuan angka UMP DKI Jakarta 2023 dengan dewan pengupahan dan kelompok pengusaha di Balai Kota DKI Jakarta.

Toha menyampaikan ada tiga alasan pihaknya meminta agar UMP DKI 2023 naik hingga 13 persen yakni inflasi, kemudian pertumbuhan ekonomi dan ketiga adalah kompensasi terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).

Toha juga menjelaskan bahwa usulan untuk menambah UMP DKI 2023 sebesar 13 persen sudah melalui perhitungan yang matang dari pihaknya dan suara yang diinginkan oleh semua buruh.

Baca juga: DKI bahas dampak kenaikan harga BBM untuk UMP 2023

"Kami secara federasi, baik yang ada di dewan pengupahan, di luar dewan pengupahan, semua sudah 'firm' (tegas), kompak, untuk memperjuangkan angka tersebut," ucapnya.

Adapun permintaan kenaikan UMP 2023 juga, kata dia, diharapkan tidak didasarkan kepada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tentang Pengupahan, karena pihaknya ingin hal tersebut melalui Keputusan Gubernur (Kepgub) tersendiri seperti yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022, Anies Baswedan lewat Kepgub Nomor 1517 tahun 2021.
 
Dalam Kepgub Nomor 1517 tahun 2021 tentang UMP 2022, Anies menetapkan UMP 2022 DKI lebih dari yang distandarkan pemerintah pusat melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36.

"Jadi, kalau dengan PP 36, kami tidak perlu mengawal. Tapi karena kami, buruh, menginginkan hasil UMP nanti adalah tidak keluar dari PP 36. Karena Gubernur Anies juga kemarin sudah membuat yang di luar PP 36," katanya. 

Meski demikian, perwakilan Federasi Serikat Pekerja Logam Elektronik Mesin (FSP LEM) Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Rukun Santoso yang mengikuti sidang penentuan UMP DKI 2023, menyatakan pengusaha merasa keberatan dengan permintaan buruh untuk menaikkan UMP hingga 13 persen.

Baca juga: Perusahaan di Jakarta diingatkan bayar upah layak bagi buruh

"Memang unsur dari pihak pengusaha juga bilang masih begitu memberatkan, memang dari sana juga belum mengeluarkan angka secara spesifik," ujarnya.

Pengusaha menolak
Sementara itu, dari pertimbangan pakar dan akademisi yang juga hadir dalam sidang tersebut, memberikan formula baru dalam penentuan UMP, yaitu dengan memperhatikan inflasi ditambah dengan pertumbuhan ekonomi di DKI.

"Dengan total pertumbuhan inflasi, (kenaikan UMP 2023) adalah 5,6 persen," ucapnya.

Lebih lanjut, Santoso mengatakan pihaknya tidak dapat menerima kenaikan angka tersebut dan tetap berpegang pada angka yang diusulkan buruh, yaitu naik hingga 13 persen dan penolakan penggunaan PP Pengupahan.

Namun demikian, kata dia, pihak pengusaha juga tetap mempertahankan kenaikan UMP harus berdasarkan pada PP Nomor 36 tentang Pengupahan, yang jika merujuk ke sana, kenaikannya hanya sekitar 2,6 persen.

Baca juga: Massa buruh mulai datangi gedung DPR

"Yang mereka sampaikan adalah ketaatan hukum atau kepatuhan hukum terhadap perundangan yang ada," ujarnya.

Karena menolak UMP harus merujuk pada PP Nomor 36 tahun 2021, Santoso menyebut buruh memastikan akan terus mengawal sidang penetapan UMP yang akan dilanjutkan Rabu (16/11), agar kenaikan UMP 2023 akan seperti yang diharapkannya dengan cara turun ke jalan.

Pewarta: Ricky Prayoga
Editor: Edy Sujatmiko
COPYRIGHT © ANTARA 2022