Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia (BI) membantah dikatakan sebagai penyebab kenaikan rasio kredit bermasalah (non performing loan/NPL), karena penyebab utama kenaikan itu adalah penurunan kondisi keuangan debitur. "Sebagian besar (NPL-red) bukan disebabkan oleh kebijakan yang diterapkan BI pada akhir-akhir ini. Ia lebih merupakan faktor-faktor yang dipengaruhi oleh warisan atau keadaan makro yang kurang menguntungkan seperti suku bunga yang terpaksa kita naikkan," kata Deputi Senior Gubernur BI, Miranda S. Goeltom, saat menyampaikan pidato pembuka pada sebuah diskusi di Jakarta, Rabu. Ia mengatakan berdasarkan hasil penelitian BI terhadap faktor-faktor yang mendorong kenaikan NPL, penurunan kondisi keuangan debitur merupakan penyebab utamanya. BI sebelumnya mengeluarkan PBI 7/2/2005 tentang penyeragaman kualitas aktiva yang dikritik banyak pihak sebagai penyebab kenaikan NPL perbankan. Pada Januari 2006, BI kemudian mengeluarkan paket kebijakan perbankan, sehingga diharapkan perbankan dapat meningkatkan fungsi intermediasi dan berperan dalam pembangunan tanpa meninggalkan prinsip kehati-hatian. Salah satu dari Pakjan tersebut adalah PBI tentang perubahan PBI 7/2/2005 tersebut. "Berdasarkan survei BI yang dilakukan pasca perubahan PBI itu, tingginya NPL bukan disebabkan oleh faktor penyeragaman kualitas aktiva itu, melainkan dari faktor-faktor lainnya," kata Miranda. Ia kemudian menjelaskan faktor penurunan kondisi keuangan debitur yang mencapai 40 persen, keterlambatan pembayaran akibat faktor-faktor dari kemampuan mereka mencari pasar (15 persen), masalah pembayaran karena faktor lainnya seperti persaingan tidak terduga (17,5 persen), dan buruknya prospek usaha debitur (7,5 persen). "Adapun penurunan kualitas karena penerapan penyeragaman kualitas aktiva hanya memberikan kontribusi sekitar sembilan persen terhadap peningkatan NPL," katanya. Berdasarkan data BI, katanya, selama 2005 terjadi peningkatan rasio NPL secara "gross" dari 5,8 persen pada Desember 2004 menjadi 8,3 persen pada Desember 2005. Demikian pula rasio NPL "netto" meningkat dari 1,7 persen menjadi 4,8 persen pada periode yang sama. Ia menyebutkan, penyebab memburuknya kredit perbankan antara lain diakibatkan memburuknya kualitas kredit korporasi, program restrukturisasi yang belum berhasil sepenuhnya, serta memburuknya iklim usaha dan investasi. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006