Jakarta (ANTARA News) - Desakan melakukan perombakan pimpinan DPR RI mulai muncul di kalangan anggota lembaga itu menyusul rencana mundurnya Zainal Maarif dari posisi Wakil Ketua setelah kalah dalam rivalitas jabatan Ketua Umum Partai Bintang Reformasi (PBR) di Bali. Fraksi PAN melalui anggotanya Djoko Susilo kepada pers di Gedung DPR/MPR Jakarta hari Rabu menyatakan, "kocok ulang" komposisi kepemimpinan DPR RI perlu dilakukan apabila Zainal benar-benar mundur. "Kami dulu memilih orang, bukan partai, sehingga apabila yang bersangkutan (Zainal) mundur, maka harus dilakukan pemilihan ulang," katanya. Dia mengakui, PAN berminat mengincar posisi Zainal. "Pengganti Zainal tidak serta-merta dari PBR," katanya. Meski PAN berminat, persoalan ini harus diselesaikan secara musyawarah. Informasi dari kalangan DPR menyebutkan, jika Zainal mundur dari jabatan Wakil Ketua DPR, dampaknya bisa berbias ke pimpinan DPR yang lain. Posisi Agung Laksono dan Muhaimin Iskandar sebagai Ketua dan Wakil Ketua DPR bisa ikut digoyang. Kalau Agung diganti, bisa jadi penggantinya adalah tokoh Golkar yang lain seperti Andi Mattalatta, sementara posisi Muhaimin dan Zainal Maarif sebagai Wakil Ketua dapat digantikan tokoh dari Fraksi PPP dan Fraksi Partai Demokrat atau PAN. Di antara pimpinan DPR yang posisinya tak tergoyahkan hanya Soetardjo Soerjoguritno alias Mbah Tardjo (PDIP). Sejumlah anggota DPR menyatakan, kalau mau jujur dan adil, pimpinan DPR juga perlu "dikocok ulang". "Kalau pimpinan komisi sudah dirombak total sesuai azas proporsional, mestinya pimpinan DPR juga "dikocok ulang" sehingga adil. Dulu pimpinan komisi juga berdasarkan konsensus Koalisi Kebangsaan tapi koalisi itu sudah bubar sehingga mestinya pimpinan DPR juga dikocok ulang," kata seorang anggota DPR. Sementara itu, Ketua DPR Agung Laksono menjelaskan, pimpinan DPR sekarang ini hasil konsensus dan komposisinya berbeda dengan pimpinan komisi DPR yang bersifat proporsional. "Pimpinan DPR disusun berdasarkan konsensus Koalisi Kebangsaan. Kalau ada penggantian, tentu harus ada konsensus baru. Jadi, kita lihat perkembangannya. Kemarin saya tanya, Pak Zainal masih di Bali. Aturannya, Pimpinan DPR itu lima tahun," kata Agung. Mengenai pengunduran diri Zainal, Agung mengungapkan belum menerima surat resmi. "Saya belum dapat konfirmasi dari Zainal. Mungkin yang kemarin itu (soal pengnduran diri) hanya spontan saja, kalau mau mundur ya harus disampaikan secara resmi. Rencana mundur yang disampaikan itu mungkin hanya sebagai reaksi dari perolehan suara dalam muktamar islah," kata Agung Laksono. Dia menegaskan, tak ada hubungan langsung antara hasil muktamar dengan posisi Zainal Maarif di DPR. "Tetapi terserah saja kalau Zainal mau mundur dari pimpinan Dewan namun sebelum ada surat tertulis, ya tidak bisa," katanya. Agung berkata, "Belum ada ucapan Zainal yang mengatakan,`Pak Agung saya mau mundur dan saya mau bikin surat.' Tak ada reaksi seperti itu. Kita ingin tahu dulu, apa benar dia mau mundur", katanya.(*)

Editor: Suryanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006