Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menurunkan proyeksi inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 2022 menjadi 5,6 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), dari perkiraan sebelumnya sebesar 6,3 persen (yoy).

"Angka ini lebih rendah dari consensus forecast yang sebesar 5,9 persen (yoy), jadi angka consensus forecast masih tinggi, meski menurun dari perkiraan sebelumnya yakni 6,7 persen (yoy)," ungkap Perry Warjiyo dalam Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bulan November 2022 yang dipantau secara daring di Jakarta, Kamis.

Sementara untuk inflasi inti, ia memperkirakan pada akhir tahun ini akan mencapai 3,5 persen (yoy), yang kemudian meningkat menjadi 3,7 persen (yoy) pada triwulan I-2023 sebagai puncak peningkatan inflasi inti.

Dengan demikian BI berkomitmen akan menurunkan inflasi inti ke level di bawah 4 persen (yoy) pada paruh pertama tahun depan, salah satunya melalui kenaikan suku bunga acuan sebagai langkah frontloaded.

Bersama pemerintah, bank sentral juga akan terus melanjutkan subsidi, Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), hingga koordinasi Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP dan TPID).

Baca juga: BI perkirakan inflasi akhir 2022 lebih rendah, di bawah 6,3 persen

Dengan seluruh langkah tersebut, Perry Warjiyo meyakini inflasi pangan (volatile food) dan inflasi harga diatur pemerintah (administered prices) terkendali sehingga secepat mungkin inflasi IHK bisa turun ke level 2 persen sampai 4 persen, sebagaimana target awal BI.

Adapun inflasi IHK pada Oktober 2022 tercatat sebesar 5,71 persen (yoy) atau masih di atas sasaran 2 persen sampai 4 persen, meskipun lebih rendah dari perkiraan dan inflasi bulan sebelumnya sebesar 5,95 persen (yoy).

"Inflasi kelompok volatile food turun menjadi 7,19 persen (yoy) dan perlu penguatan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP dan TPID serta GNPIP untuk penurunan lebih lanjut," tuturnya.

Kemudian, sambung dia, inflasi administered prices pada bulan lalu tercatat sebesar 13,28 persen (yoy) dan perlu penguatan koordinasi untuk memitigasi dampak lanjutan dari penyesuaian harga Bahan Bakar Minyak (BBM) serta tarif angkutan agar lebih rendah.

Inflasi inti tercatat sebesar 3,31 persen (yoy), lebih tinggi dari bulan sebelumnya sejalan dengan dampak rambatan dari penyesuaian harga BBM dan meningkatnya ekspektasi inflasi.

Baca juga: Komisi XI DPR RI dukung TPID dan BI kendalikan inflasi

 

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Risbiani Fardaniah
COPYRIGHT © ANTARA 2022