New York (ANTARA News) - Biasanya akhir dari acara tayang perdana film yang sukses pada sebuah festival film penting disambut dengan sorak sorai, teriakan dan standing ovation (sambutan sorak-sorai sambil berdiri). Namun kali ini tidak. Ketika cahaya di layar meredup dan berubah menjadi gulita pada pemutaran "United 93" pada Selasa malam saat pembukaan Festival Film Tribeca di New York, suara yang terdengar hanyalah isakan berkabung dari banyak penonton. Daily Variety melaporkan terjadi "keheningan yang biasanya menyertai acara pemakaman" saat lebih dari 1.100 penonton meninggalkan ruangan. Reaksi mereka mudah dimengerti dan merupakan ukuran keberhasilan yang luar biasa dari film tersebut. "United 93" adalah reka ulang nasib yang menyedihkan dari satu-satunya penerbangan pesawat bajakan pada 11 September 2001 yang tak mencapai sasaran yang direncanakannya. Penonton yang antara lain banyak keluarga dari penumpang dan awak pesawat itu, yang melakukan perlawanan terhadap pembajak setelah mereka mendengar tiga pesawat telah menghantam menara kembar World Trade Center di New York dan Pentagon di Washington pada pagi harinya. Film itu menuturkan kisah para penumpang, awak pesawat dan para pembajak dalam penerbangan itu, serta para pejabat pemerintah dan penerbangan yang menyaksikan hampir tanpa harapan saat kejadian dari hari yang menyesakkan itu berlangsung. Para penumpang berhasil dalam menjatuhkan pesawat di sebuah lapangan Pennsylvania ketimbang membiarkannya mencapai targetnya, yang diyakini para pejabat berwenang AS adalah Gedung Capitol di Washington. Picu perdebatan "United 93" telah memperoleh pujian dari para kritikus film. Namun demikian, malam pembukaannya di Tribeca dan rilis akhir pekan di seluruh bioskop AS telah memicu perdebatan tentang apakah luka-luka pada hari itu masih terlalu segar atau tidak untuk digarap Hollwyood. Para penonton yang menghadiri penayangan pada Selasa malam tak merasa ragu tentang nilai sebuah pengalaman. "Anda tak bisa lari dari kegetiran, anda harus menghadapinya," kata Patrick Welsh, yang istrinya, Debbie, adalah pramugari dalam pesawat naas tersebut. "Film ini tak terlalu cepat. Film itu sangat menyentuh dan luar biasa sekali." "Film itu sangat menarik dan penggambarannya terinci mengenai apa yang terjadi dalam pesawat," kata Alice Hoagland, ibu dari penumpang yang bernama Mark Bingham. "Ini film yang penting sekali, namun tak mudah ditonton. Temanya sangat menyiksa." "Saya menyaksikan film itu sebagai kenangan terhadap kakak saya," kata Bonnie Levar, yang kakaknya, Donald Greene, adalah penumpang dalam penerbangan United 93. Andrew Bernstein, yang pamannya tewas dalam pesawat, mengemukakan: "Beberapa orang menyatakan, `Bagaimana anda dapat melakukan ini? Ini terlalu cepat.` Dan kami menyatakan `Film tersebut tak cukup cepat." Universal Studios telah menjelaskan pihaknya akan menyumbangkan 10 persen hasil penjualan tiket pada masa pembukaan akhir pekan kepada keluarga para korban. Penayangan itu juga merupakan pengesahan kuat atas festival Film Tribeca itu sendiri. Pujian yang mengejutkan Festival pertama kali digelar hanya beberapa bulan setelah 11 September oleh aktor Robert de Niro dan mitra prosduksinya, Jane Rosenthal, sebagai cara untuk memberikan suntikan kehidupan baru kepada kawasan Tribeca, New York, yang pernah semarak, yang letaknya berdekatan dengan World Trade Center dan sebagian besar telah binasa akibat serangan itu. "Saya penduduk New York. Saya berada di pusat kota pada 11 September. Saya telah bergelut dengan ini setiap hari. Film ini tak terlalu cepat dibuat," kata Rosenthal. Pujian dari para kritikus film dan para anggota keluarga boleh jadi mengejutkan, mengingat kebiasaan praktek di Hollywood untuk membesar-besarkan kisah sejati dan membalut kisah sebenarnya dengan lapisan tebal daya pesona dan sentimentalitas. (*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006