Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh memerintahkan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan (Jamwas) Achmad Loppa untuk memeriksa mantan Dirut PT Jamsostek Achmad Djunaidi yang pada hari Kamis ini divonis delapan tahun penjara, serta lima Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menangani perkara korupsi Jamsostek di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Achmad Djunaidi dalam persidangan di PN Jakarta Selatan, usai mendengar vonis, sempat melontarkan pernyataan bahwa Jaksa menerima uang Rp600 juta. "Jaksa Agung telah memerintahkah Jamwas untuk mengecek kebenaran pernyataan tersebut dan melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Djunaidi dan para Jksanya," kata Masyhudi Ridwan, mantan Kapuspenkum Kejaksaan Agung di Jakarta, Kamis. Masyhudi yang belum menempati pos barunya sebagai Kajati Sulawesi Selatan itu menjelaskan, perintah itu dikeluarkan oleh Jaksa Agung begitu mendengar pemberitaan bahwa Djunaidi menyebutkan Jaksa menerima uang Rp600 juta darinya. Dalam keadaan emosi, Djunaidi sempat melakukan pelemparan papan pengenal bertuliskan `Penuntut Umum` ke arah salah satu Jaksa koordiantor Tim JPU Heru Chaeruddin, namun tidak kena. Menurut Masyhudi, pihak yang akan diperiksa oleh Jamwas adalah mantan Dirut Jamsostek Achmad Djunaidi karena Djunaidi bertindak sebagai pihak yang mengungkap pemberian uang pada Jaksa. Menurut Masyhudi, pihak Kejaksaan akan memfokuskan pemeriksaan atas pernyataan Djunaidi mengenai pemberian uang Rp600 itu kepada Jaksa, bukan pada masalah pelemparan pada Jaksa. Masyhudi mengatakan, diriya telah mengkonfirmasikan isu penerimaan uang oleh Jaksa pada Kajari Jakarta Selatan, Iskamto. Sesuai keterangan Kajari Jakarta Selatan, lima Jaksa yang menangani perkara Achmad Djunaidi itu telah menyatakan tidak pernah menerima uang dari terdakwa. Lima Jaksa itu adalah Heru Chairuddin dan Pantono dari Pidsus Kejagung, MZ Idris dari Kejati DKI Jakarta serta Burdju Ronni dan Cecep dari Kejari Jakarta Selatan. "Mereka juga siap untuk diperiksa," kata Masyhudi menambahkan.(*)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2006