Jakarta (ANTARA) - Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) global diproyeksikan akan merosot dari 3,1 persen pada tahun ini menjadi 2,2 persen pada 2023, ungkap Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) dalam laporan Prospek Ekonomi terbaru, pada Selasa (22/11).

Angka pada 2022 itu sekitar separuh dari laju yang tercatat pada 2021 selama masa pemulihan dari pandemi, dan tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan untuk 2023 jauh di bawah perkiraan sebelum pecahnya konflik Rusia-Ukraina.

"Asia akan menjadi mesin pertumbuhan utama pada 2023 dan 2024, sementara Eropa, Amerika Utara, dan Amerika Selatan akan mengalami pertumbuhan yang sangat rendah," kata OECD.
 
   OECD memproyeksikan emerging market utama di Asia akan menyumbang hampir tiga perempat dari pertumbuhan PDB global pada 2023, sementara ekonomi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa diprediksi akan melambat


"Tertahan oleh tingginya harga energi dan pangan, kepercayaan yang lemah, berlanjutnya kemacetan pasokan, dan dampak awal dari kebijakan moneter yang lebih ketat, pertumbuhan tahunan di kawasan euro diproyeksikan menjadi 0,5 persen pada 2023," papar organisasi tersebut.

Ekonomi AS hanya akan tumbuh 0,5 persen pada 2023, dibandingkan dengan 1,8 persen pada 2022. Pasar energi juga tetap berada di antara risiko penurunan yang signifikan.

"Eropa telah menempuh perjalanan panjang untuk mengisi kembali cadangan gas alamnya dan mengekang permintaan, namun musim dingin di Belahan Bumi Utara pada tahun ini pasti akan menantang," menurut OECD, seraya menambahkan bahwa harga gas yang lebih tinggi atau gangguan pasokan gas langsung akan menyebabkan pertumbuhan yang jauh lebih lemah dan inflasi yang lebih tinggi di Eropa dan dunia pada 2023 dan 2024.

Mempercepat investasi dalam pengadopsian dan pengembangan teknologi dan sumber-sumber energi bersih akan sangat penting untuk mendiversifikasi pasokan energi dan memastikan ketahanan energi, kata OECD menekankan.

 
 

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Satyagraha
COPYRIGHT © ANTARA 2022