Jakarta (ANTARA) -
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengatakan pemerintah perlu membangun kepercayaan publik dengan edukasi secara terbuka dan transparan setelah kasus gangguan ginjal akut di Indonesia.
 
"Masyarakat masih percaya pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan jadi kepercayaan publik ini harus dimulai dengan edukasi yang terbuka dan diinformasikan ke publik secara terang benderang, transparan, akuntabel," ucapnya saat dihubungi di ANTARA di Jakarta, Rabu.
 
Ia mengatakan informasi mengenai gangguan ginjal akut harus diedukasi kepada masyarakat secara transparan agar jangan sampai menyebabkan masalah baru di kemudian hari.
 
Selain itu, ia juga mengatakan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) perlu melakukan pengawasan dan uji yang lebih ketat dan menyentuh sampai peredaran di pasaran agar bisa memastikan produk yang di jual aman melalui observasi di lapangan.
 
"Jadi idealnya sebelum dipasarkan sudah ada suatu pengawasan ketat, tidak hanya uji-uji kandungan semata," ucapnya.

Baca juga: Pengamat: BPOM perlu kerjasama dengan kementerian terkait obat impor

Baca juga: Menkes nyatakan gangguan ginjal akut di Indonesia telah selesai

 
Trubus menyampaikan masyarakat Indonesia yang majemuk, luasnya wilayah Indonesia dan tingkat pendidikannya yang berbeda-beda menjadi masalah tersendiri dalam memberikan edukasi, maka itu ia mengatakan BPOM perlu memperluas cakupan kewenangannya sampai tingkat daerah.
 
"BPOM perlu memperluas cakupan kewenangannya agar sampai daerah bisa menindak, berkoordinasi dengan kepala daerah atau Pemda dan langsung melakukan tindakan yang cepat jangan sampai korban berjatuhan seperti kemarin ini," ucap Trubus.
 
Ia berharap kasus gangguan ginjal akut yang dinyatakan selesai oleh pemerintah tidak menjadi fenomena gunung es sehingga perlu penanganan yang menyeluruh dan benar-benar tidak ada lagi korban yang berjatuhan.
 
"Paling tidak, tidak mengulang lagi dan kedepannya menjamin bahwa produk-produk yang ditangani oleh BPOM betul-betul klinis dan tidak merugikan konsumen," tambahnya.
 
Selain itu, BPOM juga perlu menekan kepada farmasi-farmasi agar memahami pentingnya perlindungan konsumen. Agar saat mereka melakukan kesalahan, konsumen bisa mendapatkan haknya sebagai kompensasi terhadap produk yang dianggap merugikan.
 
Kompensasi yang bisa diberikan bisa berupa tanggung jawab keterbukaan informasi publik tentang kandungan obat dan tanggung jawab secara hukum, bukan hanya pengaduan semata.
 
"Karena kita harus melindungi kepentingan publiknya bukan kepentingan pemerintah, tanggung jawab hukum dalam layanan kalau misalnya terjadi pelanggaran di pihak farmasi atau pemerintah," ucapnya.

Baca juga: Tidak ada kasus baru gangguan ginjal akut anak dalam dua pekan

Baca juga: BPOM umumkan 168 produk obat sirop yang dinyatakan aman

 

Pewarta: Fitra Ashari
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2022