Jakarta (ANTARA) - Jutaan warga Amerika diperkirakan akan mengunjungi toko-toko fisik pada Jumat (25/11) usai merayakan Thanksgiving setelah pandemi COVID-19 mereda dan warga kembali ke kebiasaan prapandemi, lapor The Wall Street Journal (WSJ) pada Jumat.

Ini merupakan kebalikan dari dua tahun terakhir, ketika sebagian besar orang harus berdiam di rumah dan lebih memilih berbelanja daring. Namun, tahun ini, banyak anggaran belanja rumah tangga tertekan oleh harga bahan bakar dan bahan makanan yang tinggi, kata laporan itu.

Dengan banyaknya toko yang tutup saat Thanksgiving, pedagang eceran sedang bersiap-siap menghadapi lonjakan besar pada Jumat. Penjualan diperkirakan akan meningkat 15 persen dibandingkan Black Friday tahun lalu, kecuali dealer mobil, sebut laporan tersebut mengutip Mastercard SpendingPulse.

"Ini paling mendekati Black Friday normal yang kami pernah alami beberapa tahun yang lalu," kata Stephen Lebovitz, direktur eksekutif di perusahaan pemilik mal CBL & Associates Properties, seperti dikutip WSJ.

Banyak pengecer mulai memberikan diskon besar pada Oktober lalu untuk melepaskan inventaris berlebih setelah kemacetan rantai pasokan mereda. Namun, diskon-diskon itu tidak cukup untuk memikat beberapa pembeli karena kekhawatiran terkait inflasi dan ekonomi terus meningkat, papar laporan.

"Seiring dampak inflasi yang masih berlangsung, sikap konsumen juga terbebani oleh kenaikan biaya pinjaman, penurunan nilai aset, dan pelemahan ekspektasi pasar tenaga kerja," kata Joanne Hsu, direktur Survei Konsumen Universitas Michigan.

 

Pewarta: Xinhua
Editor: Satyagraha
COPYRIGHT © ANTARA 2022