Presiden Yoon Suk Yeol akan memimpin rapat kabinet guna mendiskusikan penerbitan perintah mulai bekerja setelah pemerintah gagal mencapai kesepakatan dengan serikat pekerja dalam perundingan pada Senin.
Aksi mogok kerja tersebut - yang kedua dalam waktu kurang dari enam bulan oleh sopir truk yang menuntut upah minimum - mengganggu aktivitas industri ketika ekonomi terbesar keempat Asia itu memperkirakan penurunan pertumbuhan 1,7 persen pada tahun depan.
Kantor kepresidenan mengatakan kabinet akan mempertimbangkan kemungkinan untuk menjadi pemerintahan Korsel pertama yang mengeluarkan perintah memaksa para pekerja transportasi yang mogok kerja untuk kembali bekerja.
Baca juga: Sopir truk Korsel kembali mogok, ancam rantai pasokan
Jika tidak mematuhi perintah, mereka akan dihukum dengan pembatalan izin dan penjara tiga tahun, atau denda sampai 30 juta won (sekitar Rp355,7 juta).
Jika disetujui, perintah tersebut akan langsung dilaksanakan, kata Menteri Transportasi Won Hee-ryong.
Penyelenggara aksi mogok kerja Cargo Truckers Solidarity Union (CTSU) menyebut perintah kembali kerja itu sebagai sesuatu yang "tidak demokratis dan anti-konstitusional," serta bukti keengganan pemerintah untuk terlibat dalam dialog.
"CTSU tidak akan menyerah pada tindakan keras semua orang-orang pemerintah ini," kata serikat tersebut dalam sebuah pernyataan pada Senin.
Serikat pekerja tersebut berencana menggelar 16 unjuk rasa nasional pada Selasa, tambah mereka.
Sumber: Reuters
Baca juga: Pemerintah Korsel rencanakan pembicaraan dengan serikat kerja truk
Baca juga: Presiden Korsel ancam akan tindak tegas sopir truk yang mogok
Pewarta: Katriana
Editor: Mulyo Sunyoto
COPYRIGHT © ANTARA 2022