Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus) Hendarman Supandji mengatakan, pekan ini Kejaksaan Agung mulai melakukan koordinasi dengan Tim Penilai Kesehatan mantan Presiden Soeharto. "Kita lihat koordinasinya, kapan tim dokter bersedia, bisa kita yang ke sana atau Tim Dokter yang ke sini mengklarifikasi kesehatan Soeharto," kata Hendarman di Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin. Ia mengatakan, koordinasi dengan Tim Pemantau Kesehatan Soeharto penting dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kesehatan mantan penguasa Orde Baru itu. "Untuk melihat apa sudah mengalami perubahan kondisi, penyembuhan," katanya. Disinggung mengenai kemungkinan persamaan dari hasil pemantauan kesehatan Soeharto dengan yang sebelumnya, Hendarman mengatakan hal tersebut akan dilaporkan pada Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh. Pada akhir April lalu, Jaksa Agung Abdul Rahman Saleh mengatakan bahwa pihaknya akan kembali memantau kesehatan mantan Presiden Soeharto dengan mempertanyakan hal tersebut ke Tim Penilai Kesehatan Soeharto yang dibentuk kejaksaan. Menurut Jaksa Agung, kepastian tentang kondisi kesehatan Pak Harto itu penting terkait kelanjutan proses hukum terhadap mantan presiden di era Orde Baru tersebut. Mantan Presiden Soeharto sebelumnya telah diajukan ke persidangan dengan didampingi Tim Penilai Kesehatan Soeharto, yang dibentuk Kejaksaan Agung sebagai pemantau kesehatannya. Tim dokter ahli yang berasal dari fakultas kedokteran sejumlah perguruan tinggi negeri ditambah tenaga ahli dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) itu menilai bahwa terdakwa tak layak secara fisik (akibat kerusakan otak permanen) maupun mental untuk hadir di persidangan. Keterangan tim itu dipaparkan dalam sidang dan dijadikan referensi bagi Majelis Hakim PN Jakarta Selatan yang memeriksa perkara tersebut, untuk mengeluarkan penetapan penghentian pemeriksaan kasus atas Soeharto. Atas penetapan tersebut, Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan fatwa agar Kejaksaan memberikan kesempatan pengobatan pada Soeharto hingga sembuh sebelum melanjutkan kembali pengadilan.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006