Jakarta (ANTARA News) - Majelis hakim Mahkamah Konstitusi menolak permohonan Komisi Yudisial yang meminta agar majelis melakukan deklarasi yang isinya tidak akan membahas mengenai posisi hakim konstitusi terkait pengajuan uji materiil UU nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial. Penolakan tersebut, seperti yang diungkapkan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof. DR Jimly Asshidiqie SH saat memimpin persidangan kasus tersebut yang berlangsung di Gedung MK, Jakarta, Selasa, karena hal itu dinilai di luar prosedur beracara dalam persidangan MK. "Mahkamah Konstitusi tidak dapat penuhi ini, karena di luar prosedur beracara. Ini mirip dengan permintaan sela, baik niatnya kita akan catat itu. Namun demikian, jangan sampai karena kita ingin dianggap sangat bermoral, tapi kemudian melanggar konstitusi," kata Jimly dalam persidangan yang dimulai sejak pukul 10.00 WIB hingga sekitar pukul 13.30 WIB tersebut. Selain itu, majelis hakim MK dalam pertimbangannya juga menyatakan, sebaiknya tidak ada pembatasan kepada Mahkamah untuk membahas apapun yang terkait dengan permohonan yang diajukan oleh sejumlah Hakim Agung tersebut. "Tidak usah dibatasi Mahkamah ini untuk membahas apapun yang terkait dengan permohonan ini. Dalam persidangan kita sudah atur sedemikian rupa yang bertanya biarlah mereka yang terkait dan kami lebih banyak mendengar, itu karena kami mengindari kesan tidak imparsial," katanya. Namun demikian, majelis tetap mengharapkan dan menyilakan KY yang juga didampingi oleh kuasa hukumnya untuk tetap terlibat langsung dalam proses persidangan permohonan tersebut. Sebelumnya, dalam persidangan yang berlangsung Selasa (11/4) Komisi Yudisial melalui kuasa hukumnya antara lain Amir Syamsudin SH dan Bambang Widjojanto SH meminta MK untuk menghindari konflik kepentingan saat melakukan uji materiil terhadap UU nomor 22 tahun 2004 tentang KY yang diajukan oleh 31 hakim agung Mahkamah Agung (MA). Salah satu upaya untuk menghindari konflik kepentingan tersebut adalah MK menyatakan sepanjang permohonan secara eksplisit dikemukakan dan atau menyiratkan kepentingan MK, maka dianggap serta dinyatakan tidak ada. Permintaan tersebut diajukan, karena dalam permohonan uji materiil itu dinyatakan akibat diberlakukannya undang-undang nomor 22 tahun 2004 yang berkaitan dengan pengawasan hakim dan usul penjatuhan sanksi menimbulkan kerugian pada pemohon sebagai Hakim Agung dan juga Hakim MK. "Mahkamah Konstitusi bukanlah bagian dari Mahkamah Agung, keduanya memiliki kedudukan yang sama sehingga tidak pada tempatnyalah menempatkan para hakim pada Mahkamah Konstitusi seolah-olah mempunyai masalah legal existence yang sama dengan para pemohon," kata Amir Syamsuddin saat itu. Dalam persidangan yang berlangsung Selasa (2/5), Majelis Hakim MK mendengarkan keterangan pemerintah yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkum & HAM) Hamid Awaluddin SH, dan juga dari DPR yang diwakili oleh kuasa hukumnya, Lukman Hakim. (*) (Foto: Prof. DR Jimly Asshidiqie SH)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006