Jakarta (ANTARA) - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati mengajak komunitas atau dunia internasional bergotong royong membangun sistem peringatan dini siklon tropis yang handal.

Dwikorita mengatakan langkah ini penting guna mencegah kerugian materil dan non-materil lebih besar akibat siklon tropis.

"Kerjasama ini diharapkan dapat menciptakan zero victim di daerah yang terkena dampak badai tropis," ujar Dwikorita dalam keterangannya diterima di Jakarta, Rabu.

Dalam acara The Tenth WMO International Workshop on Tropical Cyclones (IWTC-10) di Bali, Selasa (6/12) Dwikorita menyebut bahwa siklon tropis adalah salah satu fenomena atmosfer yang menimbulkan dampak sangat besar pada tempat-tempat yang dilaluinya.

Dampak ini bisa berupa angin kencang, hujan deras berjam-jam, bahkan berhari-hari yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir, gelombang tinggi, dan gelombang badai (storm surge), yang tidak hanya kerusakan materil, namun juga dapat mengakibatkan korban jiwa.

Baca juga: 11 provinsi berpotensi terdampak bibit siklon 94S

Baca juga: BMKG: Aktivitas konvektif bibit 93S terpantau makin melemah


Maka dari itu, lanjut Dwikorita, pemberian peringatan siklon tropis yang memadai dan akurat merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi resiko dampak siklon tropis. Menurutnya, sistem peringatan dini siklon tropis yang kuat dapat diupayakan dengan modernisasi teknologi serta metodologi analisis dan prediksi yang mumpuni.

"Dengan begitu, data yang dihasilkan memiliki tingkat akurasi yang tinggi, sehingga dapat memperkuat antisipasi dan tindakan dini dalam mencegah dampak bencana alam akibat siklon tropis," imbuhnya.

Dwikorita mengatakan, pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan di bidang prediksi siklon tropis dan peringatan dini diharapkan dapat banyak membantu dalam mengurangi resiko dampak siklon tropis.

Namun demikian, tambah dia, penerapan teknologi baru ini dalam operasi siklon tropis tentunya harus dilaksanakan secara matang dan lebih berkeadilan, mengingat potensi peningkatan kejadian siklon tropis relatif menunjukkan peningkatan baik dari segi frekuensi kejadian maupun intensitasnya secara relatif.

"Frekuensi kejadian dan intensitas terjadinya siklon tropis semakin meningkat. Situasi ini juga didorong oleh laju pemanasan global yang juga cukup kencang. Realitas ini harus menjadi perhatian bersama seluruh komunitas internasional," ujarnya.

Dwikorita berharap, ajang IWTC (International Workshop on Tropical Cyclones) yang digagas sejak awal tahun 1980-an tersebut mampu menjadi jembatan komunikasi, kerjasama dan kolaborasi antar negara dalam penguatan sistem peringatan dini siklon tropis.
 

"Kita harus bekerja sama. Indonesia sendiri bukan merupakan daerah lintasan siklon tropis, namun demikian keberadaan siklon tropis di sekitar Indonesia, terutama yang terbentuk di sekitar Pasifik Barat Laut, Samudra Hindia Tenggara dan sekitar Australia akan mempengaruhi pembentukan pola cuaca di Indonesia," tuturnya.
 

"Dari teori terdahulu yang dipahami selama ini, siklon tropis tidak dapat tumbuh di daerah lintang rendah (tropis), namun saat ini kita melihat bahwa makin banyak siklon tropis yang tumbuh di sekitar wilayah tropis," tambah Dwikorita.

Baca juga: BNPB minta kepala daerah antisipasi bila ada peringatan siklon tropis

Baca juga: Perhatikan risiko keselamatan pelayaran dampak dua siklon tropis

 

Pewarta: Devi Nindy Sari Ramadhan
Editor: Zita Meirina
COPYRIGHT © ANTARA 2022