Kiev (ANTARA) - Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy meningkatkan aktivitas diplomatik melalui pembicaraan dengan Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan pemimpin Turki serta Prancis pada Minggu untuk membahas perang dengan Rusia yang sudah memasuki bulan ke-10.

"Kami terus bekerja dengan mitra," kata Zelenskyy dalam pidato melalui video, menambahkan bahwa dia mengharapkan beberapa "hasil penting" pada pekan depan dari serangkaian pembicaraan untuk mengatasi situasi di Ukraina.

Zelenskyy sebelumnya telah mengadakan banyak pembicaraan dengan Biden, Presiden Prancis Emmanuel Macron, dan Presiden Turki Tayyip Erdogan sejak pasukan Rusia menginvasi pada akhir Februari 2022, tapi akumulasi diskusi hanya dalam satu hari tersebut berbeda dari biasa.

Zelenskyy mengatakan dia berterima kasih kepada Biden atas bantuan "pertahanan dan keuangan yang belum pernah terjadi sebelumnya" yang diberikan Amerika Serikat untuk Ukraina dan mereka berbicara tentang sistem pertahanan anti-pesawat yang efektif untuk melindungi penduduk.

Sebelumnya, Zelenskyy mengatakan bahwa dia mengadakan percakapan "sangat berarti" dengan Macron tentang "pertahanan, energi, ekonomi, diplomasi" yang berlangsung lebih dari satu jam dan pembicaraan "sangat spesifik" dengan Erdogan untuk memastikan ekspor biji-bijian Ukraina.

Turki, yang bertindak sebagai mediator dalam pembicaraan damai pada bulan-bulan awal perang Rusia-Ukraina, juga bekerja sama dengan PBB dalam kesepakatan ekspor biji-bijian, yang membuka pelabuhan Ukraina untuk ekspor pada Juli setelah blokade de facto Rusia selama enam bulan.

Kantor Erdogan mengatakan pemimpin Turki itu melakukan panggilan telepon dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Minggu, di mana dia menyerukan agar konflik segera diakhiri.

Baca juga: Zelenskyy: Serangan roket Rusia tewaskan 10 orang di Ukraina timur

Putin mengatakan pekan lalu bahwa hilangnya kepercayaan Barat terhadap Moskow akan membuat penyelesaian akhir atas Ukraina jauh lebih sulit untuk dicapai dan memperingatkan bahwa perang bisa berlarut-larut.

Macron telah berusaha menengahi konflik tersebut, dan mengatakan bahwa Kiev yang harus memutuskan kapan harus bernegosiasi dengan Moskow. Namun di pihak lain, Macron juga menyatakan bahwa harus ada jaminan keamanan untuk Rusia. Pernyataan Macron itu membuat bingung beberapa sekutu Barat, Kiev dan negara-negara Baltik.

Sepanjang sejarah, tidak ada pembicaraan damai untuk mengakhiri konflik paling mematikan di Eropa sejak Perang Dunia Kedua, yang disebut Moskow sebagai "operasi militer khusus" dan Ukraina serta sekutunya menganggapnya sebagai tindakan agresi yang tidak beralasan.

Moskow tidak menunjukkan tanda-tanda untuk menghormati kedaulatan Ukraina dan perbatasan sebelum perang dengan menyatakan bahwa empat wilayah yang diklaim telah dianeksasi dari Ukraina pada September adalah bagian dari Rusia "selamanya".

Pemerintah di Kiev menolak mentah-mentah untuk menyerahkan sejengkal tanah pun ke Rusia dengan imbalan perdamaian.

Dalam peperangan di daratan Ukraina, seluruh garis depan timur terus menerus dibombardir oleh Rusia melalui pertempuran sengit.

Moskow juga menargetkan infrastruktur energi Ukraina dengan gelombang serangan rudal dan pesawat tak berawak, memutus aliran listrik untuk jutaan warga sipil pada musim dingin saat suhu rata-rata bisa beberapa derajat di bawah titik beku.

Sumber: Reuters

Baca juga: PBB: Jutaan warga Ukraina terancam kedinginan di tengah serangan Rusia

Baca juga: Kabar terkini: Ukraina serang Melitopol yang diduduki Rusia

 

Pewarta: Atman Ahdiat
Editor: Yuni Arisandy Sinaga
COPYRIGHT © ANTARA 2022