Jakarta (ANTARA) — Dunia diprediksi akan mengalami resesi global pada 2023. Pengetatan kebijakan moneter oleh bank sentral, hingga konflik geopolitik Rusia-Ukraina yang masih terus berlanjut dianggap menjadi faktor penyebabnya.

Meskipun demikian, Bank Indonesia memoroyeksikan ekonomi Indonesia tetap akan tumbuh sebesar 4,5-5,3 persen karena ditopang konsumsi swasta, investasi, dan tetap positifnya kinerja ekspor di tengah pertumbuhan ekonomi global yang melambat.

Head of Research & Advisory Bank Commonwealth Thadly Chandra menjelaskan proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan outlook perekonomian global tahun 2023 yang diperkirakan berada pada kisaran 2,2%-2,7%.

“Di tengah ancaman resesi global, investasi di kelas aset pendapatan tetap seperti obligasi pemerintah atau reksa dana pendapatan tetap lebih aman karena memiliki tingkat risiko yang lebih rendah namun tetap berpotensi memberikan imbal hasil,” ujar Thadly.
 
Thadly melanjutkan, pasar saham tetap menarik sebagai salah satu pilihan investasi karena potensi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang didukung oleh harga komoditas yang tinggi, pembukaan kembali aktivitas ekonomi, dan peningkatan konsumsi masyarakat khususnya di sektor pariwisata.

Berdasarkan tren historis, pada saat inflasi meningkat dan terjadi risiko resesi, saham-saham blue chip dengan fundamental kuat seperti sektor konsumer dan perbankan memiliki kinerja yang tetap baik.

“Sektor konsumer cenderung lebih resilience terhadap ancaman resesi karena masyarakat tetap memenuhi kebutuhan dasar,” tambahnya.
 
Investor dengan profil risiko tinggi (agresif) yang berfokus pada pertumbuhan dapat mengoptimalkan porsi reksa dana saham hingga 80% dari portofolio investasi, sedangkan investor dengan profil risiko sedang (moderat) dapat mengalokasikan 50% investasi di reksa dana pendapatan tetap, 30% reksa dana saham, dan 20% pasar uang. Sementara itu investor dengan profil risiko rendah (konservatif) dapat mengalokasikan 60% investasi di reksa dana pendapatan tetap, 30% pasar uang, dan 10% reksa dana saham.
 
“Investor tetap harus berhati-hati dalam menyusun portofolio investasi, sebaiknya menyesuaikan dengan profil risiko dan tujuan keuangan. Investor juga dapat memanfaatkan aplikasi untuk memonitor portofolio investasi kapan pun dan di mana pun,” ujar Thadly.

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
COPYRIGHT © ANTARA 2022