Washington (ANTARA News) - Direktur Badan Intelijen Pusat AS (CIA), Porter Goss, mengundurkan diri kurang dari dua tahun setelah memegang jabatan intelijen utamanya itu, demikian diumumkan Presiden Amerika Serikat (AS), George W. Bush, Jumat. "Pagi ini Direktur Porter Goss mengajukan pengunduran dirinya sebagai Direktur CIA, saya menerimanya," kata Bush di Gedung Putih, layaknya dikutip Kantor Berita Prancis (AFP). "Saya menghargai integritasnya. Saya menghargai kehormatan yang dibawanya pada tugas itu," kata Bush, tanpa memberikan alasan mengenai pengunduran diri tersebut. Goss, yang duduk di samping Bush, mengatakan kepada Presiden AS tersebut, "Sangat terhormat dan istimewa bisa melayani anda, rakyat di negara ini, dan para pegawai CIA." Goss memimpin CIA pada masa peralihan, dan menjadi seorang tokoh kontroversial, karena upaya garis kerasnya untuk menindak kebocoran-kebocoran dan menjadikan organisasi intelijen itu lebih efektif. Namun, beberapa usahanya itu dikabarkan membuat organisasi tersebut bergolak, dan ia diyakini bertanggung jawab atas pengunduran diri sejumlah pejabat utama intelijen, termasuk Deputi Direktur CIA, John McLaughlin, pada November 2004. Langkah yang dilakukannya di CIA juga membuat pergi pejabat di badan yang mengawasi operasi asing tersebut, seperti Deputi Direktur Operasi, Stephen Kappes, dan sejumlah tokoh senior lain. Pengunduran diri Goss itu merupakan pukulan terakhir bagi CIA, yang sedang berusaha memulihkan pijakannya setelah kegagalan intelijen yang mengakibatkan serangan-serangan teror 11 September 2001, dan ketidakmampuannya untuk menemukan, apalagi menangkap orang yang disebut-sebutnya menjadi dalang serangan-serangan itu, pemimpin jaringan Al-Qaeda, Usamah bin Ladin (Osama bin Laden). Penyelidikan resmi mengenai serangan-serangan 11 September itu mengecam keras CIA dan Biro Penyelidikan Pusat (FBI). CIA juga dikecam lantaran kegagalan menjalankan fungsi intelijen yang membuat para pejabat AS, terutama Presiden Bush, meyakini bahwa Presiden Irak, Saddam Hussein, sedang membuat senjata penghancur massal sebelum invasi yang dipimpin AS ke Irak menjadi peperangan berlarut-larut hingga kini. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006