New York (ANTARA News) - Kantor Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di Timor Timure (UNOTIL) secara resmi melaporkan peristiwa kerusuhan yang saat ini terjadi di Dili ke Sidang Dewan Keamanan (DK) PBB di New York, Jumat. Sidang DK PBB yang dihadiri Menlu Timor Timur (Timtim), Jose Ramos Horta, tersebut juga berkaitan dengan akan berakhirnya mandat untuk UNOTIL pada 20 Mei 2006. Wakil Khusus Sekjen PBB untuk Timtim, Dr Sukehiro Hasegawa, dalam laporannya menyebutkan mengenai kerusuhan yang terkait dengan pemecatan 594 anggota angkatan bersenjata Timtim (FDTL) oleh Brigjen Taur Matan Ruak selaku Panglima FDTL. Para tentara yang dipecat tersebut menggelar unjuk rasa menuntut dibentuknya komisi independen untuk mengatasi masalah diskriminasi, dan menuntut keadilan atas nasib mereka. Unjuk rasa mantan anggota FDTL itu semula berlangsung damai selama empat hari. Namun, pada Jumat pekan lalu (28/4) sekelompok massa di luar kelompok "594" memisahkan diri, dan menyerang gedung-gedung pemerintahan. Aksi itu menimbulkan kerusakan pada kantor-kantor pemerintahan dan sejumlah harta benda milik warga, diantaranya mobil, toko-toko dan rumah. "Meskipun kerusakan fisik tidak sebesar saat kerusuhan 1999, namun secara psikologis dampaknya bisa besar," kata Hasegawa. Sebanyak 14.000 orang terpaksa mengungsi ke gereja-gereja dan gedung-gedung pemerintahan di Dili. "Kemarin (4 Mei), lebih cari 1.000 orang keluarga dari staf lokal UNOTIL juga mengungsi ke kantor UNOTIL," katanya. Pada Jumat (5/5), kata Hasegawa, ribuan orang harus keluar meninggalkan ibu kota Dili ke kawasan pegunungan atau kawasan di sekitarnya. Berdasarkan catatan UNOTIL, lima orang tewas dan sekurang-kurangnya 60 orang luka-luka akibat tembakan, lemparan batu dan tikaman. Kelompok "594" sendiri berulang kali menegaskan bahwa jumlah yang tewas oleh pihak FDTL pada 28 dan 29 April 2006 jauh lebih besar dari pengumuman resmi Pemerintah Timtim. Namun, unit Hak Asasi Manusia (HAM) UNOTIL dan kepolisian Timtim saat melakukan pengecekan di lapangan tidak menemukan bukti kuat mengenai jumlah korban yang diperkirakan kelompok "594" itu. Kasus yang terjadi di Dili tersebut, menurut Hasegawa, menunjukkan masih perlunya bantuan bagi Timtim dalam membangun institusinya, serta peningkatan kapasitas kementerian pertahanannya, termasuk dalam mengelola Sumber Daya Manusia (SDM). Mandat UNOTIL akan berakhir 20 Mei 2006, namun Pemerintah Timtim telah mengajukan permohonan melalui Sekjen PBB untuk perpanjangan bantuan tersebut. Sekjen PBB dalam laporannya bulan lalu menyebutkan, perlunya perjanjangan misi tersebut mengingat Timtim pada 2007 akan menyelenggarakan pemilihan umum parlemen dan presiden untuk kedua kalinya sejak merdeka sekaligus mengadakan pemilu perdana pada 2002. Pemilu Timtim pada 2002 menempatkan Kay Ralla Xanana Gusmao menjadi Presiden, dan Mari Alkatiri selaku Perdana Menteri (PM). Pihak pemerintah Timtim mengusulkan empat komponen bantuan dari PBB, yakni unit bantuan pemilu, unit pelatihan polisi, petugas penghubung militer, dan penasihat sipil untuk daerah-daerah penting. UNOTIL merupakan kelanjutan dari Misi Bantuan PBB di Timtim (UNMISET) yang selesai mandatnya tahun lalu. Misi atau pun kantor pengganti UNOTIL yang diusulkan Sekjen PBB nantinya dipimpin oleh seorang Wakil Khusus Sekjen PBB dengan staf sekitar 65 orang. Mereka akan membantu pemerintah Timtim untuk memastikan bahwa pemilu 2007 memenuhi standar internasional, dan didukung oleh stabilisasi keamanan. Timtim adalah bekas wilayah jajahan Portugis selama lebih dari empat abad dan ditinggalkan begitu saja pada 1975, dan setahun kemudian bertintegrasi dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) hingga rakyatnya memutuskan merdeka melalui jajak pendapat pada 1999 di bawah naungan PBB. (*)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006