Jakarta (ANTARA) - Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo menjelaskan tujuan dibentuknya program perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas.

"Ini sebuah gagasan yang ditujukan agar masyarakat sipil dapat terlibat aktif dalam kerja-kerja perlindungan dan pemulihan saksi atau korban," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam kegiatan pengukuhan Sahabat Saksi Korban, di Jakarta, Kamis.

Melirik sejarah berdirinya LPSK, lembaga tersebut lahir atas dorongan dan dukungan masyarakat. Atas dasar itu LPSK merasa sudah saatnya kembali ke masyarakat.

Lahirnya program tersebut juga tidak lepas dari keterbatasan sumber daya manusia maupun anggaran yang dimiliki LPSK. Termasuk kondisi bentangan geografis yang luas serta keberadaan kantor perwakilan yang belum memadai, mendorong instansi itu melahirkan program perlindungan saksi dan korban berbasis komunitas.

Pada satu sisi, jumlah permohonan perlindungan yang masuk ke LPSK terus mengalami peningkatan. Hal tersebut menandakan bahwa kejahatan selalu ada, sehingga perlu kerja keras untuk mengatasinya.

Hasto menyakini program perlindungan saksi dan korban yang digagas tersebut akan berjalan sebagaimana tugas dan fungsinya. Hal itu dapat diwujudkan melalui modal falsafah gotong royong sesuai dengan semangat masyarakat di Tanah Air sejak dahulu kala.

"Bung Karno pernah berkata amal buat kepentingan semua, keringat buat kebahagiaan semua," kata dia.

Ia menyakini melalui semangat gotong royong atau saling tolong-menolong yang masih melekat di tengah masyarakat, serta tetap menjadi kepribadian luhur Indonesia bisa menyukseskan program itu.

Apalagi, berdasarkan penilaian Charities Aid Foundation sebuah badan amal internasional menobatkan Indonesia sebagai negara yang paling dermawan di dunia secara berturut-berturut.
Baca juga: LPSK siapkan klaim restitusi ART korban kekerasan
Baca juga: LPSK kenang kisah pilu korban ketidakadilan

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2022