Jakarta (ANTARA News - Dua sipir Lembaga Pemasyarakatan (LP) khusus narkotika Cipinang segera ditarik dari tempat bertugasnya karena lalai ketika bertugas menjaga sel tahanan terpidana mati Gunawan Santosa. "Dua pegawai yang bertugas malam itu mengaku lalai. Seperti biasa, sanksi kepada keduanya adalah ditarik dari tempatnya bertugas dan mungkin akan dipindahkan," kata Karo Humas Departemen Hukum dan HAM (Depkumham) Taswem Tarib, di Jakarta, Minggu, ketika mendampingi Menkumham Hamid Awaluddin yang melakukan inspeksi ke LP Cipinang untuk yang kedua kalinya. Meski Hamid dan Kalapas Cipinang belum menginstruksikan kapan kedua sipir itu akan ditarik dari tugasnya, Taswem memastikan penarikan tugas itu akan segera dilakukan. Kunjungan Hamid yang kedua kalinya ke LP khusus narkotika Cipinang, Jakarta Timur, dilakukan untuk mengetahui perkembangan penyelidikan setelah Gunawan Santosa kabur dari selnya. Gunawan baru diketahui kabur dari selnya oleh petugas LP pada Jumat pagi 5 Mei 2006, pukul 07.15 WIB itu, tetapi belum diketahui bagaimana terpidana mati itu meloloskan diri. Pada Jumat siang, Hamid langsung mengunjungi LP Cipinang dan menyatakan keheranannya karena Gunawan yang hanya seorang diri menghuni sel Blok C Kamar 110 di lantai satu itu bisa kabur tanpa ada indikasi merusak pintu atau sarana pengamanan lainnya. Taswem belum bisa menjelaskan apakah kedua pegawai yang mengaku lalai tersebut ikut berperan memfasilitasi Gunawan agar kabur dari selnya. Gunawan dijatuhi hukuman mati oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara pada 2004 itu karena berencana membunuh Direktur Utama (Dirut) PT Aneka Sakti Bakti (Asaba) Boedyharto Angsono, yang adalah mantan mertuanya sendiri. "Itu masih dalam penyelidikan, belum bisa saya jelaskan. Yang jelas, kita curiga karena tidak ada bukti-bukti perusakan padahal ada lima sampai enam pintu yang harus dilalui Gunawan untuk bisa keluar," katanya. Kedua pegawai itu, kata Taswem, akan dikenai sanksi sesuai dengan kesalahan mereka jika ditemukan oleh tim penyelidik. Jika kesalahan mereka ringan, maka keduanya hanya dijatuhi sanksi sesuai dengana Peraturan Pemerintah (PP) No 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri. Namun, jika kesalahan mereka berat dan terdapat unsur pidana, Taswem memastikan kedua pegawai itu juga akan diproses secara pidana dan tidak tertutup kemungkinan untuk diberhentikan. Gunawan tercatat telah dua kali berupaya melarikan diri. Pertama kali ia berhasil kabur dari LP Kuningan, Jawa Barat, pada 2003 saat menjalani hukuman karena kasus penggelapan uang perusahaan senilai Rp 40 miliar. Dalam pelarian itu ia sempat mengoperasi wajahnya dan merencanakan pembunuhan terhadap mantan mertuanya. Upaya kabur lain yang dilakukannya adalah pada 2004, saat ia dibawa dalam mobil tahanan dalam perjalanan dari Rutan Salemba ke PN Jakarta Utara untuk disidangkan. Ia memiliki senjata api sehingga bisa mengancam petugas. Akan tetapi, upayanya gagal. Ia tertembak senjatanya sendiri di bagian pinggang. Saat berada di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Gunawan juga berusaha untuk kabur. Gunawan divonis mati oleh PN Jakarta Utara pada 2004. Ia melakukan perlawanan hukum sampai mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Pada Maret 2005, MA telah menolak permohonan kasasinya dan tetap menghukum mati Gunawan. Pada Direktorat Kasasi dan Peninjauan Kembali (PK) MA, tidak tercatat bahwa Gunawan atau tim kuasa hukumnya mengajukan PK.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006