Jakarta (ANTARA) - Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) terus menggemakan Filosofi Sepak Bola Indonesia atau dikenal dengan sebutan Filanesia.

Jelang akhir tahun 2022 atau tepatnya pada 6-19 Desember, PSSI secara maraton mengundang pakar dari segala bidang mulai mantan pemain dan pelatih timnas, pelatih fisik, pelatih kiper, akademisi, psikolog, dokter, fisioterapi, pelaku sepak bola usia muda, awak media, dan lain sebagainya untuk memberikan pandangan dalam penyempurnaan Filanesia.

Kegiatan tersebut membuka secercah harapan yang menunjukkan PSSI sadar bahwa dalam memajukan sepak bola Indonesia tidak bisa berjalan sendirian. Perlu andil dan dukungan banyak pihak.

Filanesia adalah filosofi yang dianggap paling cocok menjadi fondasi dan karakter sepak bola Indonesia, baik untuk pembinaan usia dini sampai profesional dari segi individu maupun tim.

Filanesia lahir pada 2017 di bawah komando Danurwindo yang kala itu menjabat sebagai Direktur Teknik PSSI. Artinya sudah lebih dari empat tahun Filanesia menjadi bagian dari sepak bola Indonesia.

Filanesia dipilih melalui berbagai pertimbangan. Utamanya, dengan memperhatikan kelebihan-kelebihan pemain Indonesia seperti cepat, lincah, dan unggul dalam permainan satu lawan satu.

Pertimbangan lainnya yakni menyesuaikan dari segi geografis, kultur, dan sosiologis masyarakat Indonesia. Secara geografis, Indonesia terletak di garis khatulistiwa yang memiliki iklim tropis.

Secara kultur dan sosiologis, masyarakat Indonesia menjunjung tinggi hierarki. Dengan kata lain, keberadaan role model yang bisa dijadikan teladan dan patron dalam tim sepak bola dinilai penting.

Pertimbangan terakhir adalah tuntutan sepak bola di level tinggi. Dari sini, Indonesia memilih cara bermain attack-transisi-defence. Sepak bola proaktif pun menjadi pilihan.

Tujuan bermain secara Filanesia tak lain memenangi setiap pertandingan. Istilah yang dipakai yakni perbanyak gol dan perkecil kebobolan.

Baca juga: Timnas U-16 pertajam filanesia dan komunikasi

Untuk mencetak gol dilakukan dengan cara menyerang secara proaktif dengan penguasaan bola konstruktif dari lini ke lini berorientasi progresif ke depan.

Adapun cara yang digunakan untuk memperkecil kebobolan adalah bertahan dengan mengganggu lawan membangun serangan atau press build up dan mencegah lawan mencetak gol atau prevent goal.

Cara tersebut biasa juga disebut smart zona pressing, bertahan secara proaktif dengan melakukan pressing secara situasional berbasis penjagaan zona.

Lalu dalam permainan Filanesia juga ada transisi yang dibagi menjadi dua yaitu transisi positif dan transisi negatif.

Transisi positif adalah situasi pertandingan dari bertahan atau defense ke menyerang atau attack. Prioritas yang dilakukan pertama pada situasi ini adalah counter attack atau serangan balik. Kemudian yang kedua yaitu re-build up atau membangun serangan dari belakang.

Sedangkan transisi negatif yakni situasi pertandingan dari menyerang ke bertahan. Prioritas yang dilakukan pertama yaitu melakukan immediate press atau langsung melakukan press ke pemain lawan setelah kehilangan bola.

Lalu prioritas kedua melakukan pengorganisasian ulang untuk melakukan press bulid up tim lawan.

Baca juga: PSSI libatkan awak media dalam pembaruan kurikulum Filanesia

Selanjutnya: Turunan Filanesia
Indra Sjafri (tengah) saat mengomandani Timnas U-22 Indonesia dan memimpin latihan di Stadion Rizal Memorial, Manila, Filipina, Senin (9/12/2019). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/pras.


Turunan Filanesia

Untuk terciptanya permainan tersebut maka rumusan dari Filanesia dituangkan dalam sebuah kurikulum. Dari kurikulum turun menjadi silabus dan kemudian menjadi modul yang berisi materi latihan. Modul tersebut menjadi pegangan setiap pelatih sepak bola di Indonesia.

Menurut Direktur Teknik PSSI, Indra Sjafri, kurikulum menjadi penting karena berdasarkan analisis FIFA, 20 negara terbaik dengan pembinaan sepak bola adalah yang memiliki filosofi sendiri.

Kurikulum Filanesia memberikan penjelasan mendalam bagaimana cara untuk mewujudkan Filosofi Sepak Bola Indonesia itu sendiri. Dalam kurikulum dibahas bagaimana cara berlatih dan lain sebagainya.

Termasuk pembagian fase latihan berdasarkan kelompok umur yakni anak usia 6 hingga 9 tahun disebut fase pengenalan, 10 hingga 13 tahun fase pengembangan skill, dan 14 sampai 17 tahun yang merupakan fase permainan.

Selain itu juga ada pembahasan terkait prinsip permainan seperti menyerang dan bertahan. Serta metode dan tahapan latihan lainnya yang dijelaskan secara spesifik dalam kurikulum tersebut.

Hadirnya kurikulum ini membuat pelatih tim nasional kelompok umur bisa menjaring pemain berbakat untuk membela tim nasional.

Baca juga: Sepak bola Indonesia harus punya filosofi
Baca juga: PSSI akan luncurkan buku filosofi sepak bola Indonesia pada November

Selanjutnya: Pembaruan dan harapan
Sejumlah pesepak bola Indonesia melakukan selebrasi usai menang melawan Vietnam pada pertandingan babak kualifikasi Piala Asia U-20 2023 Grup F di Stadion Gelora Bung Tomo, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (18/9/2022). Indonesia memastikan lolos ke Piala Asia U-20 2023 setelah menumbangkan Vietnam dengan skor akhir 3-2. ANTARA FOTO/Moch Asim/aww.

Pembaruan dan harapan

Filanesia yang lahir pada 2017 adalah langkah awal dan kini tengah dilakukan penyegaran, mengikuti perkembangan sepak bola di dunia.

Keterlibatan para pakar dari segala bidang dalam menyempurnakan Filanesia menjadi angin segar agar nantinya Indonesia memiliki kurikulum sepak bola yang lebih ideal.

Tentu dalam perjalanannya tidak mudah seperti membalikkan telapak tangan. Semuanya butuh proses dan pastinya akan ada banyak tantangan yang dihadapi.

PSSI menegaskan akan terus memperbarui kurikulum setidaknya dalam tempo empat tahun sekali dengan menyesuaikan penyelenggaraan Piala Dunia. Ilmu baru sepak bola di Piala Dunia pun akan menjadi bahan kajian.

Selain dari pembaruan kurikulum, tentunya masih ada faktor-faktor lain yang masih menjadi pekerjaan rumah persepakbolaan Indonesia.

Bila merujuk pada perkataan Indra Sjafri, ada lima elemen penting dalam memajukan sepak bola di Indonesia. Selain pengembangan kurikulum, elemen penting lainnya adalah infrastruktur, pengembangan pelatih, pemain, dan terakhir kualitas kompetisi.

Dari infrastruktur jelas masih jauh. Tragedi Kanjuruhan, beberapa waktu lalu, adalah satu contoh belum idealnya infrastruktur sepak bola di Indonesia.

Pun demikian dari kuantitas dan kualitas pelatih di Indonesia yang masih jauh dari kata ideal. Secara kuantitas, kata Indra, jumlah pelatih sepak bola di Indonesia berjumlah sekitar 7 ribu.

Bandingkan dengan Jepang yang secara wilayah lebih kecil daripada Indonesia, namun memiliki hampir 70 ribu pelatih bersertifikasi. PSSI sadar akan hal ini, dan tengah berupaya melakukan peningkatan.

PSSI juga melalui perkataan Indra Sjafri menargetkan Indonesia bisa lolos ke Piala Dunia 2034.

Terdengar utopis, namun tidak ada yang mustahil bila semua pihak menyatukan visi, saling bahu membahu membangun persepakbolaan Indonesia ke arah yang lebih baik.

Pembaruan Filanesia yang melibatkan banyak pihak menjadi langkah yang baik dalam menjaga girah persepakbolaan Indonesia. Semoga apa yang dicita-citakan bisa terwujud, melihat skuad Garuda pentas di Piala Dunia.

Baca juga: PSSI harus segera melakukan reformasi internal
Baca juga: Sukses timnas U-20 pacu semangat pesepak bola usia dini

Pewarta: Muhammad Ramdan
Editor: Junaydi Suswanto
COPYRIGHT © ANTARA 2022