Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Perdagangan RI menjelaskan pihaknya belum menemukan adanya indikasi kebocoran garam industri yang dijual di pasaran sebagai garam konsumsi.

"Selama ini belum ada aduan, kami juga belum menemukan secara administrasi adanya kebocoran tersebut," kata Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Gunaryo di Jakarta, Jumat (14/9).

Menurut dia, Kemendag secara berkala melakukan audit administratif kepada sejumlah perusahaan yang diakui sebagai Importir Produsen (IP) garam industri.

Oleh karena itu Gunaryo menjelaskan turunnya harga garam konsumsi di tingkat petani bukan diakibatkan oleh indikasi peredaran garam industri.

Dia menilai turunnya harga garam rakyat lebih disebabkan oleh tingkat kebutuhan masyarakat dan kualitas garam.

"Penyebabnya lebih ke kualitatif, yang dibutuhkan seperti apa dan juga jumlahnya seperti apa," jelas Gunaryo.

Harga garam rakyat pada beberapa pekan terakhir merosot menjadi Rp450 per kilogram, sedangkan harga pokok penjualan (HPP) yang ditentukan Peraturan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Nomor 02/DAGLU/PER/5/2011 untuk garam kualitas I minimal Rp750 per kilogramnya dan kualitas II sebesar Rp550 per kilogramnya.

Sebelumnya, HPP untuk garam kualitas I sebesar Rp325 per kilogram dan garam kualitas II sebesar Rp250 per kilogramnya.

Kemudian untuk melindungi petani garam rakyat, pemerintah melalui Surat Menteri Perindustrian Nomor 271/M-IND/7/2012 tanggal 5 Juli 2012 menetapkan masa panen raya garam rakyat untuk konsumsi tahun 2012 ditetapkan pada Agustus hingga Oktober 2012.

Dengan adanya penentuan waktu tersebut, maka pemeirntah dalam Rapat Koordinasi Tim Swasembada Garam Nasional, memutuskan untuk menghentikan impor garam konsumsi pada sebulan sebelum panen raya berlangsung.

Sedangkan untuk periode impor garam konsumsi dilakukan pada Maret hingga Juni 2012 dengan alokasi impor sebesar 533 ribu ton.

Hal tersebut dilakukan melalui dua tahap; pertama pada Maret-April 2012 sebesar 300 ribu ton dan tahap kedua (Mei-Juni 2012) sebesar 233 ribu ton.

"Sedangkan untuk garam industri sepenuhnya masih diimpor karena 100 persen belum bisa dihasilkan dari Indonesia," jelas Gunaryo.

Perbedaan garam industri dengan garam konsumsi terletak pada kandungan NaCl (Natrium Klorida).

Garam konsumsi memiliki kandungan NaCl minimum 94,7 persen dari basis kering, sedangkan garam industri memiliki kandungan NaCl minimum 97 persen yang digunakan untuk keperluan bahan baku atau bahan penolong industri.

Kebutuhan garam Indonesia pada 2011 sebanyak 2,65 juta ton sedangkan produksi garam Indonesia pada periode tersebut sekitar 1 juta ton.
(B019/B008)

Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2012