Jakarta (ANTARA) - Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) menyatakan bahwa satuan pendidikan masih membutuhkan penguatan atas pencegahan serta perlindungan dari berbagai bentuk kekerasan yang masih marak terjadi.

“Melindungi anak-anak Indonesia dari berbagai bentuk kekerasan adalah tanggung jawab semua pihak, tak hanya pemerintah,” kata Sekretaris Jenderal FSGI Heru Purnomo dalam keterangannya di Jakarta, Senin.

Heru menuturkan sampai dengan tahun 2022, lingkungan pendidikan masih mengalami permasalahan serius baik dalam bentuk kekerasan perundungan, kekerasan seksual maupun intoleransi.

Baca juga: Guru jadi pelaku kekerasan di sekolah terbanyak selama 2022

Untuk mengatasi permasalahan itu, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Anwar Makarim membuat Pokja pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan pendidikan, mulai jenjang PAUD sampai perguruan tinggi.

"Data himpunan FSGI menunjukkan jumlah total kasus kekerasan seksual di satuan pendidikan yang sampai pada proses hukum pada tahun 2022 mencapai 17 kasus atau mengalami penurunan dibandingkan tahun 2021 yang berjumlah 18 kasus," katanya.

Pada kasus kekerasan seksual, menurut dia, ditemukan dua kasus terjadi di tingkat SD, tiga kasus di tingkat SMP, dua kasus di tingkat SMA, enam kasus di pondok pesantren, tiga kasus di madrasah atau tempat ibadah, dan satu tempat kursus musik bagi anak TK dan SD, dengan rentang usia korban 5-17 tahun.

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menambahkan bahwa dari kasus-kasus yang ditemukan, 73,69 persen pelaku masih berstatus sebagai guru di satuan pendidikan, sedangkan sisanya adalah pemilik pesantren, staf perpustakaan, tokoh agama, dan senior kelas.

Baca juga: Institusi pendidikan harus punya pedoman cegah kekerasan seksual

Komisioner KPAI periode 2017-2022 itu juga menyebutkan bahwa modus pelaku melakukan kekerasan seksual di satuan pendidikan yakni dengan mengisi tenaga lewat memijat, memberikan ilmu sakti (khodam), dalih mengajar fikih akil baliq dan cara bersuci, mengajak menonton film porno, mengancam korban dikeluarkan dari keanggotaan ekstrakurikuler hingga melakukan pencabulan saat proses kegiatan pembelajaran.

Modus lainnya adalah memaksa korban melakukan aktivitas seksual dalam ruangan kosong dan toilet, dalih tes kedewasaan dan kejujuran dalam pemilihan pengurus OSIS. Pelaku juga mengirimkan konten pornografi melalui WhatsApp kepada korban yang meminjam buku di perpustakaan.

Kemudian jika dilihat dari wilayah, kasus banyak terjadi di Bogor, Bandung, Kabupaten Cianjur, Kota Bekasi, Kota Depok, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Jombang, Kabupaten Kediri, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, Kabupaten Pekalongan, Kabupaten Batang, Kabupaten Karimun, dan Kabupaten Alor.

Retno menyampaikan bahwa temuan tersebut menjadi bukti jika kekerasan fisik dan perundungan masih terus terjadi. Dengan demikian, dibutuhkan atensi yang lebih besar dari pihak pemerintah untuk dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi semua warga satuan pendidikan.

Baca juga: Satuan pendidikan harus jadi lembaga yang lindungi anak “Namun, pelaku perundungan di satuan pendidikan selama tahun 2022 lebih didominasi peserta didik terhadap peserta didik lainnya,” kata Retno.

Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Bambang Sutopo Hadi
COPYRIGHT © ANTARA 2023