Palu (ANTARA) - Guru Besar sekaligus Rektor UIN Datokarama Profesor Sagaf S Pettalongi meminta kepada jajaran aparatur sipil negara (ASN) perguruan tinggi negeri tersebut khususnya dosen untuk mencegah politisasi Suku Agama Ras dan Antargolongan (SARA) pada pemilihan umum 2024.

"UIN berkewajiban untuk membina masyarakat termasuk dalam meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai politisasi SARA pada pemilu 2024 yang tahapannya telah dimulai sejak 2022," ujar Sagaf Pettalongi, di Palu, Selasa, di sela-sela Upacara Peringatan HAB Ke-77 Kementerian Agama.

Sagaf mengatakan meningkatkan pemahaman masyarakat tentang politisasi SARA harus diawali dengan mengenalkan ciri politisasi SARA yang cenderung menggunakan identitas agama, suku, dan sebagainya.

Hal ini bertujuan agar masyarakat benar-benar memahami dan mengetahui tentang politisasi SARA yang digunakan oleh pihak-pihak tertentu dalam pemilu.

"Harapannya adalah ketika masyarakat memahami politisasi SARA, maka mereka tidak mudah untuk terpancing atau ikut dalam pengaruh pihak - pihak yang mengedepankan politisasi SARA," sebutnya.

"Di tahun politik ini, potensi terjadi ketidakrukunan di masyarakat akibat pilihan politik yang berbeda, tetap saja ada. Politisasi agama makin sering dilakukan untuk meraih efek elektoral. Politisasi tempat ibadah sebagai ajang kampanye, sudah mulai terjadi. Penggunaan politik identitas menjelang Pemilu harus diantisipasi dan dimitigasi agar kerukunan umat tidak ternodai," ujar Sagaf mengutip pesan Menag Yaqut.

Untuk itu, ujar dia, keluarga besar UIN Datokarama perlu menguatkan sinergi dengan tokoh agama dan tokoh masyarakat dalam membina dan membangun suasana rukun dan damai, agar perjalanan dan tahapan Pemilu dapat dinikmati sebagai pesta demokrasi dalam pengertian yang sesungguhnya.

"Untuk itu, semangat merawat kerukunan umat harus digelorakan seluruh ASN Kementerian Agama termasuk di UIN Datokarama," katanya.

KPU Provinsi Sulawesi Tengah menyatakan bahwa politik identitas masih cenderung ada dan digunakan oleh oknum dan kelompok tertentu dalam kontestasi pada momentum pemilu dan pemilihan.

Oleh karena itu KPU Sulteng menyebut politik identitas menjadi satu tantangan yang dihadapi dalam penyelenggaraan pemilihan umum maupun pemilihan serentak kepala daerah.

Menurut KPU Sulteng kelompok atau pihak yang menggunakan politik identitas, cenderung memanfaatkan manusia secara politis karena persamaan identitas yang mencakup ras, etnis, gender atau agama tertentu.




 

Pewarta: Muhammad Hajiji
Editor: Agus Setiawan
COPYRIGHT © ANTARA 2023