Jakarta (ANTARA) - Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Prof Denny Indrayana mengatakan politik uang tetap berpotensi terjadi pada sistem pemilu proporsional tertutup maupun proporsional terbuka.

"Sistem pemilu proporsional tertutup maupun terbuka, itu potensi politik uang tetap ada," kata Prof Denny Indrayana dalam sebuah webinar secara virtual yang dipantau di Jakarta, Selasa.

Lebih jauh, mantan Wamenkumham ke-3 tersebut menilai persoalan politik uang bukan terletak pada sistem yang diterapkan oleh negara atau penyelenggara pemilu, melainkan terkait penegakan hukum yang tidak berjalan.

Menurut dia, politik uang maupun politik curang masih marak terjadi saat pesta demokrasi berlangsung. Hal itu terjadi karena tidak adanya sanksi tegas misalnya diskualifikasi pasangan calon, denda hingga pemenjaraan.

Denny mengaku berani berbicara demikian, karena memiliki pengalaman saat maju sebagai Calon Gubernur Kalimantan Selatan berpasangan dengan Difriadi Darjat.

Dalam paparannya, ia juga menyampaikan hasil penanganan pelanggaran Pemilu 2019 yang dilaporkan Bawaslu RI. Tercatat 16.134 pelanggaran administrasi, 373 pelanggaran kode etik, 582 pelanggaran pidana, 1.475 pelanggaran hukum lainnya, dan 2.578 bukan pelanggaran.

Pada kesempatan itu, ia juga menyinggung soal fenomena politik uang yang terjadi dalam pemilu di Indonesia yang dikutip dari rumahpemilu.org. Hasilnya, jumlah pemilih yang terlibat politik uang pada Pemilu 2019 di kisaran 19,4 persen hingga 33,1 persen.

"Saya mengkhawatirkan lebih besar dari itu. Namun, setidaknya data rumahpemilu.org menguatkan argumentasi kami bahwa penegakan hukum ini yang bermasalah," kata dia pula.
Baca juga: Pakar: Sistem proporsional terbuka dapat memicu politik uang
Baca juga: PKB harapkan Ijtima Ulama Nusantara keluarkan fatwa haram politik uang

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
COPYRIGHT © ANTARA 2023