Jakarta (ANTARA) - Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mempertegas komitmen untuk menghapus kekerasan seksual agar tercipta lingkungan yang aman dan nyaman sehingga meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

“Hal ini penting mengingat dampak negatif kekerasan seksual dapat bersifat jangka panjang dan mempengaruhi proses belajar serta aktualisasi diri dari peserta didik,” kata Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbudristek Rusprita Putri Utami dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.

Laporan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dalam Rapat Kerja Bersama Komisi III DPR RI pada Senin (16/1) menyebut bahwa permohonan perlindungan kasus kekerasan terhadap anak meningkat sebesar 25,82 persen.

Pada 2021 pun terdapat temuan sebanyak 426 kasus dan meningkat pada 2022 menjadi 536 kasus yang bahkan pada 2020 terdapat 88 persen kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan yang diadukan ke Komisi Nasional (Komnas) Perempuan.

Berdasarkan laporan yang diadukan ke Komnas Perempuan selama 2015 hingga 2020, sebanyak 27 persen kasus kekerasan seksual terjadi pada jenjang perguruan tinggi.

Rusprita menjelaskan pihaknya telah mengambil langkah strategis dalam melakukan pencegahan dan penanganan kekerasan seksual khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

Baca juga: Polda NTB hentikan penanganan kasus pelecehan mahasiswi di Mataram
Baca juga: BKBH Unram akan ajukan praperadilan terkait kasus pelecehan mahasiswi

Pencegahan itu dilakukan melalui penerbitan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Untuk mempercepat implementasi Permendikbudristek tersebut telah disusun Pedoman Pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 melalui Peraturan Sekretaris Jenderal tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi.

Pedoman itu memuat penjelasan prinsip-prinsip pencegahan dan penanganan kekerasan seksual, panduan pencegahan serta panduan teknis pemilihan panitia seleksi (pansel) dan satuan tugas (satgas) pencegahan dan penanganan kekerasan seksual.

Kemudian juga memuat borang isian penanganan kekerasan seksual dan instrumen evaluasi pelaksanaan Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021.

Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 ini pun dinilai cukup efektif dalam mencegah tindak kekerasan seksual di perguruan tinggi yang terbukti penerbitannya membuat para korban kekerasan seksual berani berbicara dan melaporkan tindakan kekerasan yang mereka alami.

Baca juga: Dua dosen Unsri tersangka pelecehan dilimpahkan ke Kejari Palembang
Baca juga: Pemkab Aceh Barat beri perlindungan mahasiswi korban pelecehan seksual

Puspeka turut mengembangkan modul pembelajaran Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagai upaya peningkatan kapasitas mengenai kekerasan seksual khususnya di lingkungan perguruan tinggi.

Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.

Ada pula laman https://merdekadarikekerasan.kemdikbud.go.id/ yang memuat berbagai informasi edukatif terkait PPKS dan media sosial Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI.

Rusprita melanjutkan, upaya memerangi kekerasan seksual di lingkungan pendidikan perlu melibatkan para pemangku kepentingan terkait sehingga ia mengajak seluruh pemangku kepentingan berkolaborasi memerangi kekerasan seksual.

“Perjuangan menciptakan lingkungan satuan pendidikan yang aman dari kekerasan, termasuk kekerasan seksual, membutuhkan gotong-royong semua pihak,” tegasnya.

Baca juga: Unesa selidiki dugaan kekerasan seksual oleh dosen

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Budhi Santoso
COPYRIGHT © ANTARA 2023