Pekanbaru, (ANTARA News) - Sebanyak delapan ekor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) yang ditangkap di kawasan Suaka Margasatwa Balairaja Kabupaten Bengkalis, Riau, sejak dua bulan lalu akhirnya Minggu (14/5) malam dilepaskan secara mendadak ke Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) di Kabupaten Pelalawan. "Informasi pelepasan gajah ini sangat mendadak dan tanpa koordinasi, kami tidak menyangka KSDA (Konservasi Sumber Daya Alam) Riau bertindak seperti ini," ujar salah seorang tim medis yang merawat delapan ekor gajah liar di Balairaja, drh Wisnu Wardana ketika dihubungi, Minggu malam (14/5). Konsultan World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia ini mengakui, meskipun sejak awal mengetahui bahwa gajah liar yang dirawatnya bakal dipindahkan ke tempat lain, namun pihaknya tidak menyangka dilakukan tanpa koordinasi. Kekesalan dokter hewan itu beralasan karena sejak ditangkap kawanan gajah liar tersebut tidak dirawat dengan baik dan setelah ia bersama rekan-rekannya turun merawat barulah hewan langka itu membaik, meskipun ada seekor gajah jantan yang mati karena tetanus. "Perawatan terhadap gajah ini terus berlanjut, bahkan sampel darah baru diambil, hasilnya belum tahu gajah sudah harus dipindahkan ke tempat lain," kata Wisnu. Pihaknya tidak hanya mengambil sampel darah untuk mengetahui kesehatan hewan tersebut, tetapi juga memberikan gajah tersebut obat cacing. Dugaannya benar, gajah-gajah tersebut menderita cacingan. "Dalam memberi perawatan kami menginginkan pekerjaan yang sempurna dan mempersiapkan betul rencana kepindahan secara matang, karena lokasi baru bagi gajah tersebut sangat jauh. Ini tentu akan mempengaruhi kesehatan gajah," ujar Wisnu yang juga konsultan Kebun Binatang Bukit Tinggi. Tiga truk berisikan tiga sampai empat ekor gajah liar yang telah dibius, diangkut oleh tim KSDA Riau ke TNTN yang jaraknya sekitar 250 kilometer dengan lama perjalanan lebih dari sepuluh jam. KSDA Riau semula bekerjasama dengan Dinas Kehutanan (Dishut) Riau sebagai penyandang dana, menangkap sepuluh ekor gajah yang berkonflik dengan masyarakat di kawasan Balairaja sejak 9 Maret lalu. Namun, setelah tertangkap kawanan mamalia berbelalai itu telantar, tidak terawat dan kelaparan, hingga menderita tetanus karena tidak adanya dana yang dijanjikan Dishut. Dari sepuluh ekor gajah itu, yang dipindahkan hanya delapan ekor karena satu ekor gajah jantan mati akibat tetanus dan satu ekor induk betina lepas melarikan diri kembali ke kawasan hutan Balairaja. Rencana awal Kepala BKSDA Riau DR Wilistradani ketika dihubungi perihal kepindahan gajah ke kawasan Taman Nasional Tesso Nilo membantah jika pihaknya melakukan relokasi hewan langka itu tanpa koordinasi yang baik. "Sejak awal gajah ini ditangkap telah direncanakan untuk dipindahkan ke lokasi lain dan inilah saatnya. Operasi kepindahan ini bukan dadakan," ungkap Wilistra. Menurut dia, pihaknya menangani gajah tangkapan tersebut sejak dua bulan lalu bersama WWF, sedangkan Dinas Kehutanan Riau tidak memberikan respon apa-apa, meskipun semula berjanji menyediakan dana. Ia menjelaskan, meski gajah liar tersebut mulai ditangkap pada 9 Maret dan menjalani perawatan oleh tim medis sejak 23 Maret lalu, namun telah ada kebijakan bahwa hewan berbadan besar itu dipindahkan ke habitat barunya karena suaka margasatwa Balairaja tidak layak lagi sebagai habitatnya. Kawasan hutan suaka margasatwa itu telah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit, pemukiman,perkantoran dan peladangan, sehingga tidak cocok lagi bagi hewan langka itu. "Gajah tangkapan itu tidak mungkin ditempatkan lagi ke SM Balairaja. Satu-satunya tempat yang tersedia ya di TNTN," katanya. Ia menjelaskan, semula kawanan gajah yang terdiri dari empat betina dan empat jantan itu akan direlokasikan ke hutan Libo dan Rangau, yang hanya berjarak beberapa kilometer dari Balairaja, namun dari survei yang dilakukan kawasan tersebut tidak cocok untuk gajah karena sebagian besar terdiri dari rawa gambut. Begitu juga di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Syarif Hasyim, dari 6.000 hektare luas kawasan sebagian besar merupakan hutan tanah kering. Namun, lanjut Wilisra, gajah Balairaja tidak bisa dilepas liar dikawasan tersebut karena di Tahura telah terdapat 15 ekor gajah liar yang juga berkonflik dengan masyarakat dan di kawasan tersebut banyak kebun sawit. Ia mengakui, secara luas kawasan TNTN untuk gajah relatif sempit yakni 38.256 Ha, namun kawasan tersebut merupakan hutan konservasi gajah sumatera di Riau. Ketika disinggung terjadi konflik baru dikawasan tersebut baik sesama gajah karena disana telah terdapat 70-80 ekor gajah liar, juga dengan manusia, Wilistra menanggapinya secara dingin. "Konflik disikapi ke depan saja. Kita berhadapan dengan alternatif yang ada kekurangannya tetapi resiko lebih kecil di TNTN dibanding tempat lain," jelasnya.(*)

COPYRIGHT © ANTARA 2006