Jakarta (ANTARA News) - Meski telah memasuki hari kedelapan pasca-operasi pemotongan usus sepanjang 40 sentimeter, Presiden RI periode 1966-1998, HM Soeharto, kondisinya belum melewati masa kritis. "Kondisinya masih kritis dan labil. Kadang terjadi pendarahan, kadang tidak. Kalau itu diberhentikan akan ada emboli," kata Ketua Tim Dokter Kepresidenan, Brigjen TNI Dr. Mardjo Soebiandono, kepada pers di Jakarta, Senin. Emboli yang dimaksudnya adalah semacam penyumbatan pembuluh darah ke otak. Apalagi, ia menjelaskan, saluran pencernaan Pak Harto belum berfungsi sempurna, sehingga belum bisa menyerap kalori secara normal. Asupan kalori yang semestinya dapat diserap, kata dia, senilai 1.500 hingga 2.000 kalori, namun yang terserap Pak Harto saat ini hanya 1.000 kalori. "Saat ini Pak Harto masih belum mandiri, belum bisa makan. Asupan kalori masih melalui selang lambung," tambah Mardjo. Ia pun menjelaskan, kadar hemoglobin (Hb)-nya saat pada Senin pagi mencapai 10,3 gr, atau masih di bawah kadar hemoglobin normal, yakni senilai 11 gram. Mardjo, yang juga Direktur Rumah Sakit Pusat TN-Angkatan Darat (RSPAD) Gator Subroto, menyatakan bahwa Pak Haryo saat ini masih bisa bicara meskipun sedikit. "Bapak Haji Muhamad Soeharto dalam keadaan sadar penuh, lemah, dan mual. Hal ini dimungkinkan, karena saluran cerna belum berfungsi secara baik," ujarnya. Ia juga menyatakan, hingga saat ini Pak Harto lebih banyak mengisi waktunya dengan tidur. Awalnya, Tim Dokter Kepresidenan yang merawat HM Soeharto di Rumah Sakit Pusat Pertamina memperkirakan masa kritis HM Soeharto akan berlangsung antara lima hingga tujuh hari pasca-operasi. Selain itu, tim dokter menyatakan masih memberikan obat pengencer darah untuk mencegah stroke bagi pemimpin Orde Baru (Orba) itu. (*) (Foto: Brigjen TNI Dr. Mardjo Soebiandono)

Editor: Priyambodo RH
COPYRIGHT © ANTARA 2006