Jakarta (ANTARA News) - Ketua Ikatan Penasehat Hukum Indonesia (IPHI), Indra Sahnun Lubis, melaporkan ke Komisi Yudisial (KY) majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Banten dan PN Semarang yang disebutnya telah melakukan pemerasan. Dalam laporannya di Gedung KY, Jakarta, Selasa, Indra mengatakan pemerasan tersebut dialaminya saat menjadi kuasa hukum bagi kliennya di PN Banten dan PN Semarang. Di PN Semarang, Indra mengaku dimintai uang oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) bernama Mus sebesar Rp500 juta agar kliennya tidak ditahan. "Jaksa itu mengatakan uang yang Rp200 juta untuk dirinya, sedangkan yang Rp300 juta untuk diberikan kepada hakim agar klien saya tidak ditahan," tuturnya. Indra juga menyebut nama hakim PN Semarang, IW, yang meminta uang melalui jaksa agar kliennya tidak ditahan. Menurut Indra, di PN Semarang ia menjadi kuasa hukum seorang pengacara yang didakwa membantu mengeluarkan surat akta nikah palsu dari sebuah biro jasa. "Ketidakberesan itu mulai timbul saat tuntutan jaksa lebih tinggi, yaitu tiga tahun penjara untuk pengacara yang hanya membantu pemalsuan. Sedangkan orang dari biro jasa sebagai pelaku pemalsuan hanya dituntut enam bulan penjara," ujarnya. Di PN Banten, kasus serupa juga dialami oleh Indra. Saat menjadi kuasa hukum bagi kliennya yang dikenai dakwaan memberi keterangan palsu, Indra mengaku dihubungi melalui telepon oleh panitera PN Banten bernama Nur saat sidang yang kelima. Dalam percakapan di telepon, Indra menuturkan panitera tersebut mengatakan, "Pak Indra, ini sudah sidang yang kelima. Kok tidak ada nego ke hakimnya. Hakimnya sudah menegur saya, kalau tidak, klien Bapak ditahan". "Saya saat itu sedang berada di Semarang sehingga tidak bisa mengurus itu. Ternyata, klien saya benar-benar ditahan," ujarnya. Indra mengaku panitera tersebut meminta uang Rp20 juta untuk diberikan kepada majelis hakim Yuf, Das, dan DB agar kliennya tidak ditahan. Ia juga mengaku menyimpan bukti pesan singkat tentang permintaan uang tersebut yang dikirimkan oleh panitera PN Banten ke telepon genggamnya. Menurut Indra, dua kliennya di PN Semarang dan PN Banten itu tidak pernah ditahan saat pemeriksaan di tingkat kepolisian maupun kejaksaan. Ia mengatakan telah melaporkan kasus pemerasan tersebut kepada Mahkamah Agung (MA), namun tidak ada tindak lanjutnya sampai saat ini sehingga ia kembali melaporkannya kepada KY. "Untuk kasus di PN Banten, saya sudah melapor ke pengawasan MA dan kabarnya MA sudah memanggil Ketua PN Banten. Tetapi, laporan saya itu tidak ada tindak lanjutnya, maka saya laporkan kembali ke KY," ujarnya. Ketua KY Busyro Muqoddas yang menerima laporan tersebut mengatakan akan menelaah laporan itu.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006