Jakarta (ANTARA) - Institute For Development of Economics and Finance (Indef) memproyeksikan ekonomi Indonesia pada triwulan I-2023 tumbuh 4,9 persen dibanding periode yang sama tahun 2022.

Perkiraan tersebut lebih rendah dari realisasi pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya, yakni kuartal IV-2022 yang tumbuh sebesar 5,01 persen (yoy).

"Itu pun kalau cukup realistis dengan melihat situasi yang ada saat ini," ujar Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad dalam konferensi pers daring diikuti di Jakarta, Selasa.

Ia menyebutkan situasi yang dimaksud yakni tidak adanya penggerak ekonomi yang signifikan pada awal tahun meski inflasi cukup tinggi.

Selain itu konsumsi pemerintah juga dinilai masih relatif lebih lambat karena distribusi bantuan sosial (bansos) belum bisa dilakukan di awal tahun lantaran persoalan administrasi.

Baca juga: Indef: Investasi fokus pada peningkatan hilirisasi sumber daya alam

Baca juga: Indef perkirakan kenaikan harga BBM tingkatkan angka kemiskinan


Baru-baru ini, Indonesia juga dihadapkan dengan situasi harga beras yang cukup tinggi sehingga sulit diperoleh. Kinerja ekspor pun terlihat semakin turun di awal Januari 2023 sejak November 2022.

Dengan demikian, kondisi tersebut menjadi gambaran bahwa dampak dari guncangan global akan semakin berat di tahun ini.

Maka dari itu, Tauhid mengatakan perkembangan ini menjadi sinyal bahwa pemerintah harus memperbaiki beberapa hal, termasuk mengurangi inflasi yang menggerus daya beli, mempertahankan konsumsi masyarakat, dan memperbaiki stimulus pemerintah agar lebih baik lagi.

"Tekanan di beberapa sektor terutama industri juga mulai terjadi dengan luar biasa dan terasa di tahun 2023," ungkapnya.

Baca juga: Indef: Capaian pertumbuhan ekonomi 2022 cukup baik dan sesuai target

Baca juga: Indef: Kenaikan transfer ke daerah belum diikuti penurunan ketimpangan

Pewarta: Agatha Olivia Victoria
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2023