Jakarta (ANTARA) - Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jawa Tengah Syamsul Ma’arif mengajak masyarakat menghindari penggunaan politik identitas untuk menciptakan demokrasi yang sehat dan kondusif di Indonesia.

“Politik identitas adalah sebuah upaya (politik) yang sering menggunakan kendaraan tertentu seperti etnis, agama, budaya tertentu, dan mereka mempolitisasi dengan begitu masif, biasanya untuk tujuan pragmatis," kata Syamsul dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Dia menilai para pelaku praktik politik identitas biasanya melakukan aksinya tanpa memproyeksikan sebuah gagasan besar untuk membangun iklim demokrasi yang sehat.

Menurut dia, para oknum tersebut hanya berpikir bagaimana cara menang dan mampu memberikan tekanan pada lawan politiknya sehingga akhirnya sebuah polarisasi yang tajam karena para pelakunya menggunakan praktik politik yang kurang elegan dan kurang demokratis.

Syamsul mengatakan efek samping politik identitas yang muncul, berkembang dan disebarkan secara terus-menerus akan menimbulkan polarisasi sehingga berujung pada upaya untuk menggoyang pemerintah yang sah.

Hal itu, menurut dia, dilakukan dengan cara mengintimidasi atau bahkan melakukan kekerasan berupa pemikiran, tindakan ataupun tindakan yang akan merusak sebuah iklim demokrasi, persatuan, dan kesatuan.

"Memang metode kampanye dengan memanfaatkan politik identitas bagi sebagian orang merupakan cara yang menarik. Agama jadi ditarik pada kepentingan sesaat. Ini akan menjadi sesuatu yang akan mudah untuk membakar emosi masyarakat," katanya.

Baca juga: Isu fanatisme kelompok pada tahun politik perlu diantisipasi
Baca juga: Dewan Pers keluarkan pedoman pemberitaan untuk cegah politik identitas


Dia mengutip pernyataan K.H. Hasyim Asyari, yaitu “hubbul wathon minal iman" yang memiliki arti bahwa cinta Tanah Air atau nasionalisme adalah bagian dari iman.

Karena itu, Syamsul berharap kontestasi pemilu seharusnya justru bisa menampilkan gagasan ataupun ide yang berbeda dari masing-masing pihak yang berkompetisi.

“Ini (politik identitas) akan menjadi bumerang jika tidak segera direduksi dengan moderasi cara pandang dalam berpolitik. Seharusnya kita menciptakan gagasan-gagasan membangun iklim demokrasi, misalnya pemilu yang sehat dengan mencari ataupun memilih pemimpin berdasarkan pada moralitas, kecakapan, dan profesionalitas," katanya.

Dia menekankan pentingnya mendorong kedewasaan publik agar menjadi masyarakat yang demokratis, salah satu contohnya adalah menang atau kalah harus disikapi sebagai kehendak Tuhan sehingga siap dengan segala kemungkinan yang akan terjadi.

Selain itu, menurut dia, kontestasi politik jangan dijadikan sebagai persoalan rivalitas semata, namun sebagai upaya bersama untuk membangun bangsa yang terhormat melalui proses-proses konstitusi.

"Proses Pemilu yang ada diharapkan dapat menjadi awal mula pendewasaan orang Indonesia sebagai masyarakat yang bermartabat dalam menjalankan demokrasinya," katanya.

Dia menegaskan bahwa politik yang bermartabat itu mulai dari sekarang harus ditata melalui rekayasa sosial dan pendidikan budaya yang baik. Syamsul mengajak untuk segera mendorong terciptanya stabilitas dalam cara pandang dalam memahami keanekaragaman sebagai fitrah.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Herry Soebanto
COPYRIGHT © ANTARA 2023