Jakarta (ANTARA) - Pakar ekonomi bisnis Universitas Gadjah Mada (UGM) Profesor ‎Mudrajad Kuncoro menilai positif penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO) PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) yang mengindikasikan kondisi keuangan perusahaan itu memang baik.

"Kondisi keuangan PGE bagus, laba kondisinya bagus. Untuk melihat korporasi melakukan IPO, memang harus dicek terlebih dahulu laporan keuangannya dalam dua tahun terakhir," kata Mudrajad dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, bagi perusahaan dengan kondisi keuangan baik, maka IPO dimaksudkan untuk menambah modal dan melakukan ekspansi usaha. Sedangkan pada perusahaan yang merugi atau tidak untung, IPO diduga merupakan upaya untuk menutup utang.

“Kan beda niatnya.‎ Sedangkan PGE meraih laba. Jadi IPO digunakan untuk ekspansi bisnis,” ujarnya.

Berdasarkan Laporan Keuangan, lanjutnya, PGE meraih laba 111,43 juta dolar AS atau setara Rp1,6 6 triliun hingga kuartal III 2022 naik dari sebelumnya 66,4 juta dolar AS atau Rp994,6 miliar.

Kemudian, ‎pendapatan usaha perseroan tercatat 287,39 juta dolar AS atau setara Rp4,3 triliun sampai September 2022. Perusahaan juga membukukan aset 2,44 miliar dolar AS atau setara Rp36,6 triliun, liabilitas Rp16,9 triliun, dan ekuitasnya Rp19,6 triliun.

Baca juga: Pertamina Geothermal Energy siapkan investasi 1,6 miliar dolar AS

Baca juga: PGE target tingkatkan kapasitas panas bumi jadi 1.540 MW di 2030


Dikatakannya masuknya PGE ke lantai bursa sangat positif dan menguntungkan sebab panas bumi saat ini sangat dibutuhkan untuk meningkatkan energi ramah lingkungan, sejalan dengan upaya dan komitmen pemerintah.

"Itu bagus karena memang dibutuhkan, apalagi geothermal dan juga gas, sangat dibutuhkan karena lebih bersih daripada batu bara dan lain-lain," kata dia.

Keuntungan lain dari IPO, imbuhnya, karena pemerintah tidak harus menambah penyertaan modal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk menunjang atau meningkatkan kinerja perusahaan.

Selain itu, IPO juga mendorong perusahaan untuk lebih meningkatkan kinerja karena diawasi publik. Kondisi demikian, lanjutnya, akan meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik atau good governance.

"Jadi, memang banyak manfaat IPO karena menjadikan perusahaan harus terbuka, good governance-nya juga transparan. Jadi semakin dipercaya masyarakat dan pemegang saham maupun investor manapun," ujarnya.

Menurut Mudrajad, IPO PGE juga bukan privatisasi BUMN sebab porsi saham yang ditawarkan kepada publik hanya 25 persen, masih jauh di bawah angka 50 persen.‎

“Kalau itu tidak masalah, apalagi cuma 25 persen.‎ Kalau masih di bawah minor 50 persen itu enggak masalah.‎ Yang penting nanti target keuntungannya pasca-IPO itu berapa, lalu setor ke negara itu berapa," katanya.

Lain halnya jika pelepasan saham di atas 50 persen, tambahnya, yang mengakibatkan saham pemerintah bukan mayoritas.

"Kalau 60 persen dan itu nanti yang beli asing, nah itu baru bermasalah Kalau 25 persen seperti PGE, saya kira tidak masalah," katanya.

Baca juga: PGE komitmen realisasikan target bauran EBT 23 persen pada 2025

Baca juga: PGE siap mengembangkan besarnya potensi panas bumi di Indonesia

Pewarta: Subagyo
Editor: Agus Salim
COPYRIGHT © ANTARA 2023