Jakarta (ANTARA News) - Kadin Indonesia mengharapkan otoritas moneter bisa melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah sekaligus menurunkan suku bunga agar dunia usaha bisa bergerak dan melakukan rencana bisnisnya ke depan dengan baik. "(Fluktuasi nilai tukar rupiah) tentunya mengganggu karena fluktuasi membuat pengusaha sulit berencana ke depan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perbankan dan Keuangan James Riady di Jakarta, Kamis, menanggapi kurs rupiah yang masih fluktuatif. Namun, ia melihat gejolak fluktuasi kurs rupiah tersebut merupakan bagian dari koreksi teknis dan bukan gejolak struktural dari pasar yang juga dialami seluruh dunia. "Menurut kami ini adalah suatu koreksi teknis, ini berarti sesuatu yang sehat karena satu sampai dua tahun terakhir harga komoditas, harga saham, naik sangat pesat, dan tidak mungkin pasar bergerak satu arah, tapi bergeral naik turun, itu suatu hal yang sehat," katanya. Namun, sayangnya koreksi teknis pasar global yang juga dialami Indonesia itu terjadi diatas situasi ekonomi yang lemah. Ekonomi yang lemah, kata James, berarti membutuhkan suku bunga yang turun. "Rupiah jangan ketat lagi, harus dilonggarkan, karena dunia usaha jadi susah cari kredit. Kadin sangat khawatir akan hal ini," katanya. Diakuinya ditengah koreksi teknis pasar global, Pemerintah dan BI harus melakukan satu dari sejumlah pilihan apakah memilih rupiah yang kuat, bursa yang kuat, atau ekonomi yang kuat. " Tidak bisa tiga-tiganya dipilih," ujarnya. Namun agaknya BI memilih rupiah yang kuat, sehingga konsekuensinya ada intervensi, suku bunga tinggi, dan rupiah yang ketat, sehingga sektor usaha sulit berkembang. Lebih jauh James mengatakan fluktuasi rupiah yang tinggi membuat orang yang mau beli menunggu, orang yang mau jual menunggu, bahkan mereka yang mau memberi pinjaman maupun investasi pun menunggu. "Semua serba menunggu, menunggu dimana equilibiriumnya (titik keseimbangannya)," ujar James. Menurut dia, pasar saat ini justru merasa nyaman dengan rupiah yang lebih lemah dari Rp9.000 per dolar AS.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006