Jakarta (ANTARA News) - Dua penyidik Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri yang dihadirkan sebagai saksi perkara korupsi atas terdakwa mantan Kanit II Keuangan, Perbankan dan Pencucian Uang Direktorat II Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri Kombes Irman Santosa, membeberkan penyimpangan yang terjadi saat penanganan perkara pembobolan BNI Kebayoran Baru. "Terhadap Adrian Waworuntu dilakukan penahanan, di atas, di ruang penyidik," kata AKP Arya Devananta saat diperiksa sebagai saksi di PN Jakarta Selatan, Kamis. Hal itu dikatakannya menjawab pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menanyakan penanganan perkara pembobolan BNI Cabang Kebayoran Baru senilai Rp1,9 triliun bermodus L/C fiktif dengan tersangka Adrian Waworuntu (sekarang terpidana seumur hidup). Kombes Irman yang menjadi pesakitan itu merupakan mantan atasannya yang waktu itu menjadi Ketua Penyidik perkara pembobolan BNI Kebayoran Baru. Dalam penanganan perkara itu, --belakangan-- Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri menemukan adanya pelanggaran disiplin dengan tidak dilakukannya prosedur penanganan dan penahanan tersangka secara benar. Seorang tahanan seharusnya berada di dalam sel, namun Adrian ditahan di ruangan penyidik di lantai III Gedung Bareskrim Mabes Polri. Dalam kesaksiannya, AKP Arya Devananta mengakui menerima uang dari Irman selaku atasannya, sebesar Rp 25 juta (cek) dan 200 dolar AS yang menurut dia dijadikan uang operasional. Disinggung oleh kuasa hukum Irman, Hironimus Dani mengenai asal uang operasional dari atasannya itu, Arya mengaku tidak mengetahui asalnya namun ia mengatakan selaku penyidik tak jarang dirinya merogoh kocek untuk operasional penyidikan atau justru mendapat dana dari atasan. Dicecar mengenai sejumlah dana yang diterima Irman dalam kapasitasnya selaku penyidik antara lain 30 ribu dolar AS dan 350 ribu dolar AS dari Dicky Iskandardinata (saat ini terdakwa berkas perkara pencucian uang) juga Rp15,5 milar dari Adrian, Arya mengaku tidak pernah mengetahui hal-hal tersebut. Arya menjelaskan, dalam struktural dirinya merupakan bawahan Kombes Irman sedangkan di atas Kanit II Keuangan, Perbankan dan Pencucian Uang itu ada Direktur II Ekonomi Khusus yang waktu itu dijabat Brigjen Pol. Samuel Ismoko. Pemeriksaan satu saksi pada hari ini yaitu AKP Pandit Purnawan yang juga merupakan penyidik bawahan Irman, mengungkapkan adanya penyimpangan dalam prosedur penanganan perkara. Pandit menjelaskan dirinya bukanlah anggota tim penyidik perkara pembobolan BNI Kebayoran Baru, namun dirinya diikutsertakan dalam pemeriksaan Dicky Iskandardinata (saat masih berstatus sebagai saksi) di Hotel Kemang pada Oktober 2003. "Saya diperintah oleh atasan saya waktu itu," kata Pandit yang otomatis menunjuk Irman yang duduk di kursi terdakwa. Disinggung mengenai alasan atasannya memberi perintah tersebut, Pandit mengaku dirinya tidak mempertanyakan hal itu dan langsung melaksanakannya. Dalam pemeriksaan di Hotel Kemang itu, Pandit mengaku dirinya hanya mengenal Betty (nama panggilan penyidik AKP Siti Zubaedah) sedangkan Dicky dikenalnya dalam pertemuan perdana tersebut. Irman, katanya lagi, hadir dalam pemeriksaan itu ketika proses berjalan satu jam dan hampir selesai. Pandit mengaku dirinya hanya melakukan pengetikan hasil pemeriksaan secara langsung dengan alat komputer jinjing (laptop). Belakangan diketahui, dalam pemberkasan perkara pembobolan BNI Kebayoran Baru, nama Pandit yang ikut dalam pemeriksaan di Hotel Kemang tidak pernah tertera sebagai petugas penyidik namun nama Siti Zubaedah tetap tertera sebagai penyidik.(*)

Editor: Heru Purwanto
COPYRIGHT © ANTARA 2006