Jayapura (ANTARA) - Wisata berbasis lingkungan memang sudah seharusnya dikembangkan di seluruh Indonesia termasuk Papua. Apalagi pulau berjuluk surga kecil yang jatuh ke Bumi itu memiliki keragaman alam dan budaya.

Jadi, sudah seharusnya pemerintah bersama masyarakat serta pihak terkait hadir untuk mengelola dan mengemasnya sedemikian rupa agar banyak wisatawan lokal maupun mancanegara datang ke Bumi Cenderawasih ini.

Tentunya dengan memperhatikan lingkungan, agar potensi-potensi di Papua tetap terjaga hingga anak cucu nanti.

Untuk itu, Pemerintah Provinsi Papua mengajak warga setempat mengembangkan wisata berbasis lingkungan lantaran potensi pariwisata tersebut masih terbuka lebar di provinsi ini sehingga penting untuk dikembangkan.

Semua potensi itu bila dikembangkan lalu dikemas sesuai dengan minat wisatawan, tentu akan menjadi nilai tambah, yang pada akhirnya menyejahterakan warga.

Asisten Bidang Umum Setda Papua Derek Hegemur mengatakan provinsi ini masih berpeluang mengembangkan wisata berbasis lingkungan, tinggal bagaimana pemerintah dan masyarakat berkolaborasi dalam memelihara lingkungan dan sumber daya alam yang sudah ada.

Pariwisata menjadi perhatian Pemprov karena wilayah ini pada masa depan memang memiliki peluang mengembangkannya, terutama wisata berbasis lingkungan.

Dalam pengembangan ekoturisme, ada poin utama yang harus dilaksanakan oleh pengelola objek pariwisata, yakni konservasi alam, pemberdayaan masyarakat lokal, dan peningkatan kesadaran lingkungan hidup

Ketiga poin tersebut harus saling terkait satu dengan yang lain, terutama antara wisatawan dengan masyarakat lokal itu sendiri.

Pengembangan pariwisata berbasis lingkungan dinilai penting demi menjaga masa depan sehingga setiap titik yang menjadi selling point  pariwisata harus terkait dengan terpeliharanya ekosistem.

“Fungsi-fungsi seperti itu harus menjamin keberlangsungan lingkungan pada masa depan. Hal yang menjadi perhatian pemerintah, pariwisata harus berkembang agar memberi  kontribusi masyarakat maupun pemerintah,” papar Derek.

Pengembangan tersebut juga memberikan nilai tambah bagi para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) agar tidak sekadar eksis  namun bisa tumbuh dan berkembang.

Pada pelaksanaan Sail Teluk Cenderawasih (STC) 2023 di Kabupaten Biak Numfor pada November, misalnya, ajang ini merupakan kesempatan baik untuk memperkenalkan Papua ke mancanegara.

Potensi alam Papua yang luar biasa, jika dikelola secara baik, maka masyarakat bersama pemerintah akan memperoleh hasilnya pada masa depan.
 

Perlu bimbingan 

Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan dan Wisata Indonesia (Asita) Provinsi Papua Iwanta Parangin-Angin mengatakan selama ini wisata di Papua memang masih berbasis lingkungan, namun belum ada bimbingan intens bagaimana menjaga kelestariannya, misalnya, tentang bagaimana pengembangan potensi alam, budaya, serta kreativitas manusia.

“Kekurangannya di Papua menyangkut pengembangan potensi kreativitas dan masih kurangnya keterlibatan masyarakat lokal untuk ikut adil dalam pengelolaan wisata tersebut,” katanya.

Menurut Iwanta, seharusnya ada kolaborasi konkret antara pemerintah dengan pemilik ulayat (pengelola tempat) dan pemangku kepentingan terkait, dalam hal ini Dinas Pariwisata.

Dengan demikian, potensi-potensi yang ada bisa lebih maksimal dikembangkan tanpa menurunkan kualitas lingkungan. Faktor-faktor yang dapat mengancam kelestarian lingkungan juga dapat dikendalikan.

“Papua sudah ada wisata berbasis lingkungan seperti alam dan budaya, pada umumnya  terletak di daerah pegunungan. Wisatawan asing sangat senang, terutama potensi budaya nya,” ujarnya.

Jika ada pembimbingan dari pemerintah kepada masyarakat lokal maka potensi budaya tidak akan pudar atau hilang. Memang ada bimbingan pemerintah kepada masyarakat lokal di beberapa wilayah, namun hal tersebut masih kurang. Tahun ini ada beberapa kali bimbingan, namun tidak dilakukan secara terus menerus.
 

Belum jadi kebutuhan

Penggiat ekowisata Isyo Hill's Nimbokrang, Kabupaten Jayapura , Papua, Carolin Waisimon mengatakan berpariwisata belum menjadi kebutuhan hidup masyarakat setempat.

Padahal, seiring dengan berkembangnya zaman, kebanyakan wisatawan asing maupun lokal mulai mencari wisata berbasis lingkungan atau ekowisata.

Oleh karena itu, sudah waktunya Papua  mengembangkan wisata berbasis lingkungan karena terkenal memiliki alam yang luas serta pemandangan indah. Jangan sampai keindahan tersebut tidak dikembangkan sekaligus dijaga kelestariannya.

“Mungkin pariwisata masih hal baru di Papua, bukan seperti di Bali atau daerah lainnya, yang berwisata sudah menjadi budaya dan gaya hidup masyarakat lokal ataupun mancanegara,” katanya.

Karena masyarakat lokal lahir dan besar di sini maka berwisata belum menjadi bagian dari kebutuhan. Objek wisata berbasis lingkungan mudah ditemui, namun karena kurang edukasi dan sosialisasi maka malah banyak yang menyalahgunakan fungsi lingkungan tersebut.

Perlahan, masyarakat Papua ada yang sudah mulai paham mengenai wisata berbasis lingkungan. Kendati demikian, masih perlu pembimbingan tentang bagaimana mengeksplorasi alam dengan pengelolaan yang terpadu, sejak dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, hingga evaluasi melalui pendekatan ekosistem.

Untuk itu, Carolin berharap wisata berbasis lingkungan tetap dikembangkan agar kelestarian alam di Papua bisa terjaga.

Apalagi belakangan ini sering terjadi bencana alam sehingga jika hal ini tidak menjadi perhatian pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha maka potensi itu berhenti sebagai peluang belaka, tidak memberi dampak kesejahteraan bagi warga.

“Setelah pandemi COVID-19 tamu-tamu dari luar Papua tahu dan mencari wisata bahari, wisata pegunungan, wisata hutan, suaka alam, dan suaka margasatwa. Mereka berpikir Papua masih kental dengan budaya dan keaslian alamnya sehingga sangat cocok untuk berwisata,” jelasnya.

Lebih dari itu, dalam memutuskan segala sesuatu, pemerintah perlu melibatkan anak muda karena merekalah yang bakal merawat dan mewarisi alam beserta lingkungannya.









 

Pewarta: Qadri Pratiwi
Editor: Achmad Zaenal M
COPYRIGHT © ANTARA 2023