Surabaya (ANTARA News) - Pengusaha sepatu dari China dan produsen sepatu internasional lainnya kini sudah mulai masuk ke Indonesia, khususnya ke Jatim, sebagai upaya merelokasi industrinya menyusul terjadinya sengketa perdagangan negara tersebut dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa (UE). Ketua Umum Dewan Pengurus Nasional Asosisasi Persepatuan Indonesia (DPN Aprisindo) Edy Wijanarko, dihubungi disela menerima pengusaha dari Taiwan, di Surabaya, Jumat, mengatakan, masuknya pengusaha sepatu dari China itu di antaranya ditandai dengan telah masuknya mesin-mesin produksi. "Mesin-mesin produksi sudah masuk. Di Jatim misalnya, mereka (pengusaha sepatu dari China) sudah masuk di Pasuruan, Sidoarjo dan Mojokerto," kata Edy yang juga masih menjabar Ketua Aprisindo Jatim itu. Edy Wijanarko terpilih sebagai Ketua Umum DPN Aprisindo periode 2006-2009 dalam Musyawarah Nasional (Munas) Aprisindo VI di Jakarta (17/8). Menurut dia, DPN Aprisindo berupaya akan meningkatkan kinerja industri sepatu nasional untuk bisa menerobos pasar internasional. Apalagi, hal itu ditunjang dengan adanya kebijakan antidumping, khususnya dari Komisi Uni Eropa terhadap produk alas kaki dari China dan Vietnam. Selain itu, DPN Aprisindo juga akan mendorong produsen sepatu domestik untuk lebih mengembangkan produk sepatu non-sport untuk memasok pasar ekspor. Tekad Aprisindo itu sejalan dengan ungkapan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu yang mengharapkan Indonesia akan menangkap peluang adanya relokasi sejumlah industri sepatu di Cina ke Indonesia, menyusul terjadinya sengketa perdagangan negara itu dengan Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa (UE). Menurut Mari, terjadinya sengketa dagang dan adanya revaluasi Yuan yang dialami Cina telah memberikan peluang dan keuntungan tersendiri bagi Indonesia, khususnya bagi produsen sepatu nasional. Cina dan Vietnam saat ini sedang terjadi sengketa dagang dengan AS dan UE dimana kedua negara maju tersebut mengenakan antidumping terhadap sepatu impor dari Cina dan Vietnam yang menyebabkan sepatunya menjadi lebih mahal.(*)

Editor: Bambang
COPYRIGHT © ANTARA 2006